“Musim mahasiswa baru (maba) telah tiba, siapkan selimutmu kawan”. Begitu ungkapan dari teman saya yang berkuliah di Malang selama 4 tahun.
Pada periode bulan Juli sampai Agustus kondisi suhu di Malang memang sedang dingin-dinginnya. Bagi penduduk asli Malang Raya mungkin sudah tidak asing lagi, tapi bagai pejuang perantauan, cuaca ini menjadi momen yang unik untuk dinikmati.
Tak sedikit pula yang mengabadikan momen tersebut dengan mengupload story yang bergambar angka derajat celsius. Umumnya di bulan-bulan tersebut suhu malam hari mencapai 16’ celsius.
Bahkan di Kota Batu bisa menyentuh angka dibawahnya. Apabila tidak punya termometer jangan khawatir, cukup buka mulutmu, apabila mengeluarkan uap, berarti suhu disana memang sedang dingin.
Sebagaimana telah dijelaskan oleh BMKG Karangploso, bahwa puncak terdingin umumnya terjadi pada bulan Agustus, karena bertepatan dengan wilayah selatan equator sedang jauh dari garis edar matahari.
Tekanan udara di belahan bumi selatan lebih tinggi daripada belahan bumi utara, sehingga pola sirkulasi angin bertiup dari Australia menuju Asia. Hal ini juga dikenal sebagai Monsun Timuran yang mana berdampak terhadap Indonesia yang sedang mengalami musim kemarau.
Beberapa minggu terakhir ini memang sangat terasa angin yang lumayan kencang di daerah Malang. Efeknya adalah kembali ramainya permainan layang-layang yang sempat vakum beberapa bulan.
Fenomena cuaca yang dingin tersebut memang bertepatan dengan penerimaan mahasiswa baru di berbagai perguruan tinggi yang ada di Malang. Sehingga tak heran ketika mahasiswa baru tiba, mereka disambut dengan cuaca dingin yang tak biasa.
Beberapa dari mereka, terutama yang berasal dari daerah panas, terpaksa harus merasakan demam dan pilek sebagai bagian dari ospek alam di daerah Malang.
Saya sendiri selaku masyarakat pribumi Malang, kadangkala belum siap menghadapi suhu dingin seperti ini. Sehingga ketika dulu menjalani Pesmaba (sebutan ospek di UMM). Saya selalu mengantongi tisu di saku karena ingus yang selalu mbeler. Apalagi pesmaba dimulai sejak pukul 4 pagi dimana suhu sedang dingin-dinginnya.
Jadi sebenarnya ada maba ataupun tidak, suhu di Malang tetaplah dingin di periode ini. Buktinya di pandemi corona saat ini, walaupun tidak ada maba yang datang ke Malang, suhu di Malang tetap memasuki kisaran 16’ celsius.
Meski begitu, saya mendengar cerita mengenai asal-usul sebutan musim maba versi lain. Jadi, konon katanya di tengah cuaca yang sedang dingin-dinginnya, kedatangan mahasiswa baru merupakan hadiah yang sangat ditunggu-tunggu oleh mahasiswa ‘angkatan tua’.
Karena dengan begitu, jumlah mahasiswa/mahasiswi yang kelak akan dijadikan pasangan tetap ada dan beregenerasi. Senjata paling ampuh untuk melawan kedinginan adalah kehangatan. Maka tak heran banyak mahasiswa tua yang ‘beraksi’ untuk menjaring maba-maba.
Modusnya pun terbilang gampang dan mudah ditebak. Yang paling umum adalah mengaku sebagai kating sejurusan, dimana percakapan selanjutnya akan di isi dengan tanya jawab persoalan akademik jurusan.
Berlanjut diskusi, ketemuan, saling bantu dalam mengerjakan tugas dan mungkin akan diakhiri dengan hubungan yang serius.
Modus di balik musim maba lain adalah bantuan secara sukarela untuk mencari kos. Terutama bagi mahasiswa perantauan dari luar Jawa, akan menjadi sasaran empuk.
Sebagai sosok senior yang telah lama tinggal di Malang, tentu menjadi modal tersendiri untuk memberikan pengetahuan seputar tempat kos yang tepat.
Karena mencari kos yang baik itu tidak hanya perkara harga, tapi juga meliputi pertimbangan jarak ke kampus. Apalagi bagi mahasiswa yang tidak membawa kendaraan.
Modus di balik musim maba terakhir adalah mengajak jalan-jalan. Alibinya sih biar tahu jalan di Malang serta tempat yang bagus untuk nongkrong, kuliner dan mengerjakan tugas. Malang dengan segala kekayaan alam dan budayanya menjadi daya tarik tersendiri untuk mahasiswa yang baru menginjakkan kaki di Malang.
Namun yang patut diwaspadai adalah ketika anda diajak ke Paralayang Batu. Ketika kesana ramai-ramai sih mungkin tidak masalah, tapi ketika kesana hanya berdua saja, tidak ada salahnya anda untuk berpikir dua kali.
Karena pada beberapa kejadian, banyak mahasiswa baru yang diajak ke Paralayang malam hari dan ternyata ketika pulang tersesat di Songgoriti.
Musim maba memang begitu mengasyikkan. Terlepas dari keberhasilan modus-modus diatas, kehadiran musim maba tetap patut diperhatikan. Selain berdampak terhadap ekonomi kampus dan daerah disekitarnya, adanya musim maba juga memiliki peran dalam menyambung silaturahmi sesama mahasiswa.
Pesan saya selaku mahasiswa Malang juga, untuk para mahasiswa baru yang berasal dari luar Malang. Jangan lupa untuk membawa selimut dan jaket. Meskipun Malang di siang hari cenderung panas, bukan berarti akan panas terus sampai malam. Bekali diri anda dengan peralatan dan informasi yang cukup seputar Malang.
Jika ternyata terdapat modus bantuan untuk pengenalan lebih dalam mengenai Malang, tidak ada salahnya untuk mengiyakan. Selama mampu menjaga diri dan mengenal batas, tidak menutup kemungkinan Malang akan menjadi sangat ramah.
________________________
Discussion about this post