LINTASBATAS. CO – Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) pada 5 Oktober 2020 menuai banyak penolakan dari berbagai pihak. Terpantau, sejak pagi hari gelombang massa memenuhi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang (8/10).
Aksi penolakan Omnibus Law ini diikuti oleh beberapa organisasi yang tergabung dalam Aliansi Malang Melawan (AMM). Tercatat, mulai dari organisasi buruh dan mahasiswa.
AMM menilai, saat ini demokrasi Indonesia sedang dicederai dengan UU Omnibus Law Ciptaker. AMM sepakat memberikan pernyataan mosi tidak percaya kepada pemerintah republik Indonesia dan menyatakan sikap cabut UU Omnibus Law Ciptaker.
“Dalam aksi tersebut, kami menyatakan tuntutan pencabutan UU Omnibus Law yang sudah mengalami berbagai penolakan karena merugikan berbagai elemen rakyat hampir di semua sektor,” ungkap Prasetyo selaku Humas AMM (09/10).
Salah satu syarat bagi negara demokrasi adalah partisipasi politik. Masyarakat dari elemen manapun memiliki hak dalam menyampaikan suara. Sedangkan UU Omnibus Law Ciptaker dirancang dan dibahas dengan banyak mekanisme yang tertutup tanpa melibatkan aspirasi masyarakat sipil, dan mendaur ulang pasal inkonstitusional secara formal, maka pengesahan UU Omnibus Law Ciptaker cacat prosedur.
“Sikap ini sebagai bentuk ketidakpercayaan masyarakat atas aspirasi yang tidak didengar dan hanya mementingkan investasi melalui regulasi yang dibuat”, lanjut pria yang akrab disapa Tyo ini.
Kepentingan yang lebih mengutamakan investor akan semakin memperburuk tatanan yang belum dilaksanakan dengan rapi. Tidak hanya aspek ekonomi, beberapa aspek lain juga tercederai, misalnya HAM dan lingkungan hidup.
Aksi yang mulanya berjalan damai mendadak menjadi ricuh. Polisi membubarkan paksa ribuan massa aksi yang menolak pengesahan UU Omnibus Law Ciptaker di depan Kantor DPRD Kota Malang. Aparat menembakkan gas air mata, water cannon, dan memukuli para massa aksi. 129 orang dari berbagai elemen masyarakat kemudian juga ditangkap aparat.
Terkait kericuhan, Tyo mengatakan “Belum mau berkomentar soal kericuhan, bagaimana bisa terjadi karena memang massa yang hadir dari berbagai sektor juga,” tegasnya.
Saat kericuhan, massa aksi AMM bubar sehingga tuntutan tidak tersampaikan sepenuhnya. Maka menurutnya kemungkinan akan ada aksi berikutnya.
“Kemungkinan akan ada aksi lanjutan dan juga sebagai bentuk solidaritas terhadap massa aksi yang ditahan,” tandas Tyo. (rid,yog)
Discussion about this post