Ada aktor kampus yang ditunggu-tunggu kiprahnya, tapi malu-malu. Eh, atau gak tahu mau ngapain? Mengambil peran apa? Kamu! Iya, Pers Mahasiswa (Persma) Kampus Putih Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Apa kabar? Kemana aja? Ngapain aja?
Di kala kampus negeri maupun swasta lain di Malang ambil peran menuntut hak pendidikan mahasiswa di tengah Covid-19, Persma Kampus Putih ambil peran apa? Ikut advokasi gak? Atau sibuk bimbingan PKM? Sibuk nugas? Sibuk buru-buru kepingin lulus?
Kita absen dulu, ya. Ada Persona di FPsi, Ada Dimek di FEB, ada Didaktik di FKIP, ada Volks Medico di FK. FISIP, HUKUM, FAI, FPP, FT, dan FIKES masih gak punya Persma, ya? Kalau Bestari? Mana Bestari? Eh, bukan Persma, ya? Ngapain dicari!? Hehehe. Peace 🙂
Eh, tapi Dimek keren, loh, sampai bikin ajakan diskusi tentang potongan uang kuliah selama pandemi. Tapi kok posternya udah gak ada, ya? Kabarnya ditunda, ya? Kok malah ikutan isu bagi-bagi kursi Warek, sih. Sampai bikin poster, “Telah Hilang Rektor UMM”. Hi hi.
Dimek kena semprot Mawa, ya? Dibisikin apa sama Mawa? “Nggak usah ikut-ikutan berisik! Kita sedang dalam masa krisis pandemi Covid-19. Terima saja. Untuk kebaikan bersama,” begitu, ya, kira-kira bisikannya? He he. Kesel, ya, bacanya? Selow, kakak!
Sebetulnya kami cuma kepingin nggugah Persma Kampus Putih biar nggak tidur terus kerjaannya. “Sembarangan! Jangan asal nuduh! Anda siapa berhak menghakimi kami gak ngapa-ngapain?” Mungkin begitu respon anggota Persma UMM membaca tulisan ini.
Peningkatan Gairah Persma
Sssstttt!!! Gak usah merasa dihakimi begitu. Kalau dibandingkan dengan pers umum, sebenarnya Persma lebih memiliki kebebasan. Lihatlah, pers umum sekarang, atau bahkan sejak dulu, lebih berkaitan dengan sebuah lembaga sosial.
Sebuah lembaga sosial itu mencakup modal, perangkat produksi, perusahaan, periklanan, SIUPP, dan sebagainya. Pers tidak lagi menjadi lembaga sosial semata. Ia telah menjadi lembaga ekonomi, bahkan unit produksi. Sampai sini paham, teman-teman?
Oleh karenanya, hal yang menentukan dalam pers umum tidak semata-mata berasal dari kegiatan jurnalistiknya, tetapi juga pemilik modal. Sedangkan pada Persma, mereka memiliki keterlibatan langsung dengan peristiwa yang terjadi secara emosional.
Akibatnya, Persma bisa lebih bebas merefleksikan realitas sosial yang benar. Mereka tidak perlu takut bangkrut karena harus menyuarakan segala kepentingan yang lahir dari sistem sosial di lingkungan mahasiswa. Berbeda dengan pers umum.
Mungkin sebagian dari Persma hari ini di Kampus Putih, telah atau sedang dibayang-bayangi ‘tawaran damai’ atau ancaman. Mulai dari nilai akademik yang bisa dipoles hingga mungkin ditakut-takuti dengan kata ‘demi nama baik kampus’. Persma tidak perlu khawatir akan dipecat jadi mahasiswa karena menerbitkan produk jurnalistiknya.
Yang diperlukan oleh kita penggerak Persma adalah peningkatan keterampilan jurnalistik. Kita keluarga besar Persma Kampus Putih, jadi ayo bersatu!
Hal ini bisa menjadi dorongan bagi kita, Persma, untuk tetap menerbitkan media mahasiswa. Belum lagi kalau dikaitkan dengan eksistensi dan kekritisan mahasiswa. Lewat Persma, kita bisa menyempurnakan keduanya dalam kehidupan kemahasiswaan.
Peningkatan Kepedulian Persma
Kita akui bahwa kapling politik praktis mahasiswa telah diciutkan dengan segala cara dan prosesnya. Partisipasi politik praktis mahasiswa sejak lama hingga sekarang turun dalam kualitas dan kuantitasnya. Miris memang, tapi begitu kenyataan sekarang.
Kenyataan ini menyebabkan Persma tidak punya kesempatan mengangkat persoalan-persoalan politik praktis. Mau tak mau media mahasiswa terbit tanpa memuat persoalan-persoalan tersebut. Bisa saja hal ini mengecilkan hati Persma. Betul begitu?
Tetapi persoalan yang dihadapi mahasiswa bukan hanya persoalan politik praktis. Masih banyak masalah lain yang dihadapi mahasiswa, seperti: masalah lingkungan hidup, masalah komersialisasi pendidikan, masalah menurunnya mutu lulusan hingga masalah tindakan pelecehan seksual.
Lalu, apa sebenarnya pegangan Persma dalam meningkatkan kepeduliannya? Ada, yaitu ambisi. Jelas, dalam diri Persma sudah ada ambisi menerbitkan media mahasiswa. Ambisi itu diikuti dengan komitmen untuk menjaga kesinambungan kehidupan Persma.
Peningkatan Ambisi Persma
Tak pelak lagi, peningkatan kepedulian Persma terhadap masalah-masalah yang terjadi di lingkungan mahasiswa akan terjamin bila Persma meningkatkan ambisinya dalam menerbitkan media mahasiswa. Ingat, harus sinambung!
Karena itu, ia menjadi perlu dan bermanfaat. Salah satu ambisi yang ideal misalnya adalah menerbitkan media mahasiswa yang kuat, tangguh dan dicintai mahasiswa. Persma tidak perlu menganggap bahwa ambisi yang kuat sebagai hal jelek dan harus disingkirkan.
Tidak jarang karena perundingan yang kuatlah Persma dapat bertahan hidup karena dana yang tersedia tidak cukup. Seringkali karena perundingan, Persma memiliki nilai tambah dibandingkan dengan masyarakat umum dan harus tetap mendapat persetujuan medianya.
Selain itu, Persma juga membuat kami lebih kuat dan betah menerbitkan media mahasiswa. Bisa jadi Persma juga harus bekerja keras. Namun kita akan malu jika tidak berhasil menerbitkan media.
Dengan peningkatan ambisi Persma, kita tidak mengangankan agar Persma hanyut dalam mimpi-mimpi. Sungguh, harapan itu memberi napas baru harapan baru. Dan dengan harapan baru, dapat ditemukan kembali hidup berhasil buat pelajar.
Semangat Persma Kampus Putih!
Dari kami, kesayanganmu ~ Redaksi Lintas Batas
Discussion about this post