Perubahan-perubahan kecil merupakan hal yang biasa terjadi di setiap zamannya. Namun, dalam kurun waktu tertentu, akan terjadi perubahan-perubahan besar yang dapat mempengaruhi setiap lini kehidupan. Sebut saja perubahan besar di era Renaissance, Revolusi Industri atau bahkan pandemi covid-19 yang memperbaharui tata cara hidup manusia.
Agar dapat bertahan, setiap manusia perlu terus melakukan perubahan agar ia tidak kehilangan relevansinya dalam mengarungi siklus kehidupan. Begitupun Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi, kemampuan Muhammadiyah untuk tetap teguh berdakwah dalam dinamika kehidupan tergantung sejauh mana kader-kader penggeraknya mampu beradaptasi dengan tuntutan zaman. Karena sejatinya, hakikat organisasi adalah manusianya.
Kiai Ahmad Dahlan telah mencontohkan bahwasanya meja, kursi dan papan merupakan bentuk penyesuaian terhadap kemajuan zaman yang mana membuat proses pendidikan menjadi lebih efektif. Beliau begitu yakin akan ijtihad tersebut sekalipun di cap sebagai “kyai kafir” oleh beberapa ulama dan masyarakat setempat. Dan akhirnya waktu yang membuktikan akan keberanian tindakan beliau.
Pun hari ini, dunia telah memasuki era digital sebagai konsekuensi akan pesatnya kemajuan teknologi komunikasi. Manusia yang secara jasmani terpisahkan oleh jarak geografis senantiasa terkoneksi satu dengan yang lain secara cepat. Begitupun informasi di suatu tempat dengan mudah tersebar ke seluruh pelosok penjuru dunia. Secara perlahan, dunia sedang menapaki jalan menuju revolusi industri 5.0. Lantas apa yang bisa dilakukan Muhammadiyah menghadapi tuntutan zaman kali ini?
Dakwah Muhammadiyah
Sedari awal berdiri, Muhammadiyah telah menegaskan diri sebagai gerakan dakwah Islam amar makruf nahi munkar dan tajdid. Oleh sebab itu, segala tindak tanduk serta perilaku Muhammadiyah merupakan amal dan usaha untuk berdakwah di setiap lini kehidupan. Kesemuanya itu dilakukan guna terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Meski begitu, dakwah bukanlah sesuatu hal yang baku, sebab dakwah selalu berubah menyesuaikan kebutuhan zaman. Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dalam berdakwah, yang diawali dengan metode sembunyi-sembunyi dengan melakukan perkaderan di rumah Arqam Ibn Arqam. Setelah semua berjalan matang, Rasulullah kemudian mengubah cara dakwahnya menjadi terang-terangan dengan dibantu oleh sahabat-sahabatnya.
Atau seperti yang dilakukan oleh Kiai Dahlan dahulu. Ketika para santri berlomba-lomba datang ke tempat ulama, Kiai Dahlan justru melakukan hal sebaliknya. Yakni mendatangi santri-santrinya untuk menyampaikan pesan dakwah (tabligh). Metode dakwah tersebut beliau lakukan untuk mengurangi idolatry yang begitu marak pada saat itu bahkan menimbulkan sikap taklid di tubuh umat Islam.
Yang menjadi tantangan umat Islam adalah bagaimana bisa hidup sesuai dengan tuntunan Al Quran dan As Sunnah di satu pihak, tetapi di pihak lain juga menempatkan diri secara kongruen dengan perkembangan peradaban manusia. Hal inilah yang coba dijawab oleh Muhammadiyah melalui rumusan Islam Berkemajuan yang terkandung dalam Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua dan Risalah Islam Berkemajuan yang diputuskan di Muktamar ke 48 kemarin.
Dengan bahasa yang lebih sederhana, Prof. Din Syamsuddin menjelaskan bahwa Islam Berkemajuan adalah visi keislaman Muhammadiyah yang tidak terikat dimensi ruang dan dimensi waktu, karena itu akan menjadi terbatas. Melainkan lebih kepada dimensi ketiga yaitu dimensi gerak. Menggerakkan kehidupan umat dan bangsa, atau dalam bahasa lain hari ini harus lebih baik dari kemarin, hari yang akan datang harus lebih baik dari hari ini.
Digitalisasi Gerakan Dakwah
Transformasi model dakwah konvensional menuju dakwah digital sesungguhnya adalah bentuk konkrit dari penerapan Islam Berkemajuan. Secara konseptual, dakwah digital yang dilakukan oleh Muhammadiyah sebenarnya sudah tercantum dalam Tanfidz Muktamar Muhammadiyah ke 47. Amanah untuk memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari perkembangan digital, dinilai sangat penting karena memiliki jangkauan yang sangat luas dan hampir tanpa batas.
Oleh karena itu menjadi suatu keharusan bagi Muhammadiyah untuk menguasai teknologi informasi, sehingga tidak sekedar menjadi pengguna yang pasif. Setidaknya digitalisasi gerakan dakwah perlu memperhatikan prinsip light package, headline appetite dan trailer vision. Tentu perlu dibingkai dengan etika dan akhlak yang penuh kesopanan agar tidak menjadi bumerang bagi Muhammadiyah itu sendiri dan tidak terjebak dalam slacktivism.
Prinsip tersebut ditunjang dengan pendekatan populis dan praktis. Pendekatan populis yang dimaksud adalah digitalisasi secara merakyat melalui materi atau konten yang mudah dipahami oleh publik. Adapun pendekatan praktis adalah digitalisasi yang sifat materi dakwahnya sesuai dengan kebutuhan dan problematika kehidupan yang sehari-hari masyarakat hadapi.
Namun yang perlu menjadi catatan, jangan sampai digitalisasi gerakan dakwah Muhammadiyah dipenuhi penyederhanaan narasi dengan mengorbankan substansi. Sekedar mengejar angka tanpa diiringi kualitas. Ramai di dunia digital akan tetapi tidak ada perubahan yang berarti. Tentu hal ini menyalahi prinsip dasar gerakan.
Cukup banyak contoh gerakan digital yang berhasil membuat perubahan di dunia nyata. Cukup banyak pula yang gagal melakukannya. Tinggal bagaimana kader-kader Muhammadiyah menentukan pilihan; menjadikan era digital sebagai media baru dalam berdakwah secara serius, atau berdakwah secara digital namun serampangan, atau tetap teguh dengan dakwah konvensional di tengah kemajuan zaman.
Instagram: masaqinn
Discussion about this post