“Happy Anniversary! Kita akan baik – baik saja kan?” Kataku dengan senyuman sumringah dicampur rasa gelisah. “Denganmu, tentu saja semua akan baik – baik saja” Katamu.
Sembari aku melihatmu diatas ranjang tertidur pulas tanpa sepatah kata menunggu mengucapkan “Happy anniversary”
Tanpa hadiah, tanpa kebahagiaan seperti dulu lagi darimu.
Kiranya, seperti itulah perumpamaan sepasang kekasih yang perlahan menuju keretakan hubungan diawali dengan pudarnya kepercayaan. Begitu pula balada di negeri ini dan rakyatnya.
75 Tahun Bersamamu, Tanpa Kebahagiaan
Masyarakat dan negara adalah analogi sepasang kekasih yang di awal kedekatannya sangat romantis, di pertengahan saling mencintai, dan di akhir dihantui kehancuran dengan timbulnya kecurigaan dan setumpuk masalah.
Ibnu Khaldun, pernah mengatakan bahwa tahap perkembangan negara terdiri dari empat tahap. Ibarat sepasang kekasih yang diawali dengan pendekatan dan malu – malu, lalu menuju tahap kepemilikan ditandai dengan rasa saling memiliki antara dua insan.
Kemudian saling mencintai, berubah ke tahap kebahagiaan yang merupakan puncak hubungan dan janji manis pasangan, dan diakhiri dengan tahap kemunduran bercirikan dengan datangnya berbagai masalah dan segudang konflik dalam internal hubungan.
Dalam konteks negara menurut Ibnu Khaldun, tahap pertama yaitu primitive. Dimana individu mementingkan diri sendiri terkhusus kehidupannya dan siap membela diri apabila ada orang lain yang mengganggu. Kedua, tahap kepemilikan ditandai dengan fanatisme terhadap golongan/suku.
Tahap ketiga, beradab dan makmur, lalu ditahap keempat yaitu tahap kemunduran ditandai dengan kerusakan akhlaq, korupsi bagaikan rayap yang memakan pondasi negara dan menjadikan negara sasaran empuk untuk diserang dari luar.
Masing – masing tahap memiliki durasi 40 tahun untuk bergeser ke tahap selanjutnya sehingga total umur dari negara adalah 120 tahun. Lantas bagaimana dengan negara kita, negara Indonesia?
Belum sampai tahap kedua dalam perkembangan negara , keretakan hubungan telah menjalar di berbagai elemen lapisan masyarakat dengan memudarnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap negara. Jadi, apakah negara maju versi Amerika Serikat ini sudah berada pada jurang kemunduran?
”Kita sedang anniversary”. Apa kado terbaik darimu?
RUU Omnibus Law, penolakan pengesahan RUU PKS, buruh sengsara, buruh tani mengeluh, anak – anak pelosok desa kesulitan mengakses pendidikan, harga kebutuhan pokok mahal, kesusahan lapangan kerja, masih banyak kado spesial yang semuanya dibungkus dalam satu bingkisan.
Rakyat Indonesia merayakan hari besar ini dengan semangat dan harapan yang tinggi agar negara ini terus sukses dan jaya, namun harapan hanya sekedar ucapan dalam doa ulang tahun yang tak terijabah.
Bisa jadi rakyat Indonesia adalah rakyat tersial di dunia, berjuta rakyat, semuanya berdoa menadahkan tangan kepada negara yang maha luas dan kaya ini. Rakyat miskin berdoa, penguasa pun berdoa di hari ulang tahun negara ini.
Bedanya, doa rakyat miskin hanya bermodalkan tangan hampa, tapi penguasa berdoa dengan tangan yang menadah sembari menyisipkan selembar amplop berisikan ‘cuan‘ dan bertuliskan ‘pilihlah doa kami’ dan negara pun mengabulkannya .
Jangan Tanyakan Apa yang Telah Negara Berikan Padamu. Tapi, Tanyakan Apa yang Telah Kamu Berikan untuk Negaramu
Quotes dari mantan Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy, begitu familiar dikalangan masyarakat saat momentum kenegaraan seperti hari kemerdekaan, hari pahlawan dan hari bersejarah lainnya sebagai tanda bahwa kita adalah seorang yang nasionalis dan patriotik.
Makna quotes tersebut mengharuskan bahwa rakyat Indonesia, wajib hukumnya memberikan segalanya yang terbaik untuk negara dan hal tersebut terkabulkan, rakyat ‘pasrah’ memberikan kekayaan kepada negara dan negara memberikannya kepada pihak lain.
Bukankah rakyat Indonesia adalah rakyat yang murah hati? Atau mudah ditipu?
Pasalnya, rakyat acap kali dijadikan alat bagi penguasa untuk kepentingan mereka apalagi perihal ‘suara’. Saat pencalonan apapun misalnya, begitu mudahnya mereka mencuri hati rakyat dengan turun ke pelosok pada momen tertentu.
Mereka melakukan segala kegiatan yang dianggap ‘merakyat’ sehingga mengambil hati masyarakat awam untuk memperbanyak ‘suara’ dalam pemilihan. Namun, pasca terpilih, nyatanya mereka ‘ogah – ogahan’ untuk menjenguk rakyatnya.
Pemerintah merepresentasikan negara, bila pemerintah baik, baik pula negara di mata rakyat.
Bukankah rakyat telah memberikan kado yang paling terbaik? Bahkan tidak mengenal hari apapun itu, entah hari ulang tahun ataupun hari istimewa lainnya. Rakyat selalu memberikan yang terbaik.
Banyak pertanyaan yang melintas dalam pikiran saya terkait, mengapa harus rakyat yang memberikan segalanya pada negara? Rakyat harus membuatkan ‘kue ulang tahun’ dengan mewah dibalut krim yang mahal dan menyanyikan lagu ‘selamat ulang tahun’.
Padahal rakyat sendiri tak memiliki daya untuk membeli bahan-bahan kue semahal itu. Bukankah rakyat Indonesia yang berhak menerima kado dan kue tersebut. Bila negara memberikannya, tentu tangan kecil ini dengan senang hati akan menerima hadiah tersebut dengan cekatan.
Jadi, apa artinya ulang tahun bila tak bahagia?
Hadiah Terbaik Bagi Rakyat Indonesia
Memang terdengar utopis bila rakyat Indonesia mengharapkan pemerintahan yang sehat dan bugar. Namun itulah kado terbaik bagi rakyat Indonesia, wakil rakyat turun untuk mendengar dan melihat keluhan dan kesulitan rakyatnya.
Kebijakan yang memihak pada rakyat tertindas harus selalu menjadi yang terdepan dibanding kebijakan yang memihak pada penguasa. Kebahagiaan dan kemakmuran sebagai hadiah teristimewa bukanlah hal yang mustahil untuk didapatkan. Karena, rakyat Indonesia pernah berjuang bersama merebut mimpi itu.
Hadiah tersebut harus dirasakan oleh semua lapisan masyarakat hingga lapisan yang paling mendasar. Kegembiraan tersebut harus dirasakan oleh buruh tani yang sedang berteduh di ‘saung’ dengan sebatang rokok ditangannya sambil berkata “Ini akan membawa kemakmuran bagi kami”
Tidak muluk – muluk permintaan rakyat Indonesia kepada pemerintah sebagai wakil rakyat dan pemegang kebijakan negara. Setidaknya tanamkan prinsip di dalam diri mereka “Saat aku menjadi wakil rakyat, mereka akan mudah menghubungiku”. Selamat ulang tahun Indonesia!!!
————–
*Kontributor: Zainul Fikri, Mahasiswa Hubungan Internasional, FISIP UMM.
Twitter/Instagram: Zaynfiqry1/zaynfiqry
Discussion about this post