Sebagai bangsa yang besar dan majemuk, Indonesia tentu memiliki keanekaragaman budaya yang khas di setiap daerahnya. Tak terkecuali di Malang. Sebagai salah satu daerah yang cukup diperhitungkan di Jawa Timur, Malang memiliki berbagai istilah-istilah unik yang menjadi kekayaan kosakata daerah.
Istilah-istilah tersebut menjadi identitas daerah Malang berkat penggunaannya yang masif serta pengucapannya yang berbeda dengan kosakata bahasa Indonesia pada umumnya. Bagi orang perantauan, terutama yang berasal dari luar Jawa Timur, mungkin akan merasa aneh ketika mendengarnya.
Ibarat pepatah yang mengatakan di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung, maka tak ada salahnya bagi orang-orang perantauan untuk mengetahui istilah-istilah yang sering digunakan oleh penduduk asli Malang. Berikut istilah-istilah yang harus kamu ketahui sebelum merantau ke Malang:
1. Jancok
Jancok, atau Jancuk, atau Dancok, adalah kosakata yang sangat melekat di daerah Jawa Timur. Kosakata ini tidak hanya ada di Malang saja, tapi sudah menjadi kosakata nasional yang berkonotasi negatif. Banyak versi yang menjelaskan mengenai asal-usul kata Jancok ini.
Ada yang mengatakan bahwa Jancok berasal dari nama tank Belanda, Jan Cox, yang kemudian diplesetkan menjadi Jancok. Ada pula yang menyebutkan kata ini berasal dari bahasa Arab, Da’suk yang artinya “meninggallah kamu!”. Versi lain mengatakan bahwa Dancok berasal dari bahasa Romusha ketika zaman pendudukan Jepang.
Terlepas dari berbagai versi sejarah tersebut, sebenarnya kata Jancok tidak selalu dikonotasikan negatif. Bisa juga bermakna simbol identitas yang menunjukkan sebuah kebersamaan dan kekeluargaan. Tentu saja jika digunakan pada tempat dan orang yang tepat.
2. Walikan
Walikan merupakan salah satu metode penggunaan bahasa yang cukup membingungkan bagi banyak orang perantauan. Bahasa Walikan tidak terikat oleh tata bahasa yang umum dan baku, ia hanya mengenal satu cara, baik dalam pengucapan ataupun penulisan, yakni dengan cara dibalik dari belakang dan dibaca kedepan.
Menurut sejarahnya, bahasa Walikan ini diusulkan oleh Ebes Suyudi Raharno, yang merupakan pejuang Gerilya Rakyat Kota (GRK) sebagai bahasa komunikasi antar pejuang. Tujuannya sebagai bahasa sandi untuk membedakan mana pejuang dan mana musuh.
Contoh sederhananya adalah Kera Ngalam yang artinya Arek Malang. Ada juga contoh lain seperti, ayas, kunam, umak, apais, nakam, oskab dan masih banyak yang lainnya.
3. Ta
“Ta”, “a” atau “tala”, merupakan kata imbuhan yang bermakna pertanyaan, atau bisa juga bermakna ajakan. Imbuhan ini merupakan dialek khas Malang yang jika digunakan di daerah lain, mungkin akan menjadi bahan tertawaan. Kata ini diletakkan di akhir kalimat sehingga mempertegas maksud dari pertanyaan tersebut.
“Jadi ke Paralayang a?”
“Enggak mandi ta?
4. Sasaji
Sasaji adalah akronim dari “Salam Satu Jiwa”, salam yang biasa digunakan oleh arek-arek Malang, terutama Aremania. Ketika salam ini dipekikkan, maka seketika jiwa mereka menjadi satu. Semuanya dilakukan untuk mendukung tim kebanggan warga Malang, yakni Arema.
5. Mbois
Mbois merupakan istilah pujian dan sindiran yang banyak diucapkan warga Malang. Mbois sendiri berasal dari ‘boyish’ yang artinya kelelakian atau pria sejati. Meskipun terkesan maskulin, penggunaan kata mbois tak terbatas kepada pria saja, namun juga kepada wanita.
Istilah ini sering digunakan ketika memuji penampilan seseorang, baik penampilan rapi dan keren maupun penampilan urakan. Tergantung penempatan kalimatnya bagaimana.
6. Malang Coret
Malang Coret merupakan istilah yang merujuk kepada daerah-daerah di luar kota Malang, atau daerah-daerah pinggiran yang jauh dari pusat kota. Bahasa slang ini sebenarnya bahasa diskriminatif antar daerah, seolah-seolah daerah yang termasuk Malang Coret merupakan daerah yang tertinggal dan ‘nggak mbois blas’.
Tapi kenyataannya daerah-daerah pinggiran tersebut menjadi salah satu faktor penyeimbang dan sumber pemasukan bagi pemerintahan daerah Malang. Karena mayoritas wisata-wisata alam yang terkenal masuk dalam area Malang Coret.
7. Montor
Pada umumnya istilah montor berartikan kendaraan yang bermesin. Namun untuk penggunaan di daerah Surabaya, Malang dan sekitarnya, istilah montor bermakna kendaraan beroda 4 alias mobil. Imbuhan “N” ditengah menjadi pembeda antara mobil dan sepeda motor. Jika montor berarti mobil, maka motor berarti sepeda.
8. Purel
Purel merupakan akronim dari public relation, yang kemudian dalam penggunaan sehari-hari oleh warga Malang, Surabaya dan sekitarnya bermakna pemandu karaoke, pelayan pijat plus-plus, pekerja seks komersial dan berbagai pekerjaan dunia malam lainnya.
Intinya, kata purel berkonotasi terhadap pekerja-pekerja pemuas hasrat manusia dan hanya ditujukan kepada kaum hawa. Jadi buat para perantau, jangan sampai anda menjadi terlena jika disebut kawan anda purel, karena bisa saja itu adalah bentuk bercandaan yang kelewat batas.
Sebenarnya masih banyak lagi istilah-istilah khas Malang yang familiar, hanya saja tidak cukup jika dijelaskan satu persatu disini. Mungkin dari pembaca budiman ada yang ingin menambahkan, silahkan tulis saja di kolom komentar.
________________________
Balon=Purel
Oyi=Yoi=Iyo
Nendes Kombet
Sam=mas
Emez Ebez=Nyokap Bokap
Sugeng=Susu Ageng
Awak iki Badan, Semua itu Kabeh
Dolenmu Kurang Adoh, Turumu Kurang Esuk
Dst dst