Oleh: Zelahenfi*
Kehidupan berwarganegara sudah selayaknya dipenuhi dengan kehangatan di dalamnya. Arti sebuah kehangatan ialah adanya kehidupan yang dinamis, sehat, dan bebas dalam berekspresi. Tidak dingin, terkotak-kotak dan cenderung individualis dan tidak pula panas yang berarti penuh ketegangan – konflik, pertikaian dan gencatan senjata. Kehangatan berwarganegara dewasa ini tampaknya hanya akan ditemukan dalam sebuah sistem yang demokratis. Di alam demokrasi, bukan berarti memudarnya sebuah konflik atau menghilangnya kepentingan, melainkan memudarnya dominasi satu kelompok atas kelompok lainnya dalam sebuah situasi dan kondisi yang terbuka bagi kritik, transparansi serta akuntabilitas. Karena dengan demikian, kita akan menghayati kehangatan dalam bernegara dan bermasyarakat.
Kita masih membayangkan sebuah kehidupan berwarganegara yang dipenuhi konflik kepentingan dan perbedaan yang diperdebatkan di ruang publik dengan argumen-argumen rasional yang saling menyanggah, keluar tanpa beban apalagi rasa takut, dan pulang penuh dengan perdamaian. Tidak lagi ada yang merasa menang dan kalah, tidak ada yang merasa dirugikan dan tersakiti, karena semua berdiri dan dinilai di atas rasionalitas tindakan masing-masing. Tentu kita masih teringat semboyan revolusi Prancis Liberte, Egalite, Fraternite – kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan, dengan semboyan-semboyan itu rakyat Prancis mencoba menghilangkan sekat-sekat hierarki feodalisme, aristokrasi dan menuju pada spirit Res publica sebagai dasar argumen bahwa kita memiliki kesamaan kedudukan dan kepentingan dimuka umum.
Apa yang marak diberitakan beberapa hari kemarin soal content penyebaran ujaran kebencian sesungguhnya tidak tepat dialamatkan kepada orator. Sekalipun banyak pernyataan diucapkan baik dalam posisi pro maupun kontra terhadapnya. Memperkarakan hal tersebut dan membawa ke ranah hukum tidak kemudian memperbaiki citra institusi tertentu. Bahkan jika berkehendak seharusnya hal ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu; pertama, membuka dialog dengan pihak terkait perihal maksud content yang dibicarakan dan kedua, menunjukkan kepada publik bahwa reformasi di tubuh institusi tersebut telah dilakukan dan semakin menunjukkan kemajuan yang baik dalam hal ini bukan hanya profesionalitas melainkan juga sikap dan tindakan para anggotanya.
Beberapa implikasi yang penting untuk dicatat ialah; pertama, pentingnya sebuah dialog bukan hanya untuk mengkonfirmasi suatu ucapan dan tindakan yang “dianggap” memuat ujaran kebencian tetapi juga menunjukkan tingkat kedalaman atas kehidupan berdemokrasi – terutama bagi pihak yang merasa dirugikan atas suatu ujaran. Bukan hal salah jika tidak bisa dikatakan kurang tepat mengambil langkah hukum atas suatu kasus ujaran kebencian, namun hal demikian tidak akan menunjukkan tingkat kedalaman dalam berdemokrasi. Implikasi kedua, ketiadaan dialog bagi kedua pihak terkait – seolah frame berpikir masyarakat diajak untuk melihat realita bahwa terdapat kehidupan sipil dan kehidupan non-sipil di alam demokrasi. Bahwa entitas tersebut masih dalam satu kesatuan sebagai warganegara, dan demokrasi juga bukan berarti “berbicara se-enak jidat” dan “dihantui rasa takut” dalam berpendapat.
Zelahenfi – Pegiat Literasi dan Pendiri Semut Alas
Discussion about this post