Oleh: Yufrica Septiana*
Provinsi Jawa Timur (Jatim) merupakan salah satu wilayah Indonesia yang terkena dampak pandemik Covid 19. Sampai pada Rabu 15 April 2020 ada sekitar 323 pasien yang dirawat, 81 pasien dinyatakan sembuh dan 45 pasien meninggal dunia. Surabaya dan Malang merupakan daerah yang pertama kali mengonfirmasi ada warganya yang dinyatakan positif Covid-19 di Jatim.
Merespon adanya kasus covid-19 kedua daerah tersebut mengeluarkan kebijakan social distancing atau pembatasan sosial. Kebijakan tersebut juga ditujukan kepada seluruh kampus se-Jawa Timur. Menanggapi kebijakan tersebut pihak kampus menerapkan perkuliahan secara online sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19.
Untuk bisa melaksanakan kuliah online mahasiwa dan dosen cukup menyiapkan kuota yang banyak dan wifi bagi yang punya. Intinya kuliah online ini membutuhkan jaringan internet yang kuat.
Namun kuliah online memiliki kelemahan diantaranya kurangnya pemahaman mahasiswa dan dosen menggunakan aplikasi, akses internet yang kadang-kadang lambat dan kuota yang cepat habis. Mensiasati kelemahan tersebut, dosen memberikan tugas kepada mahasiswa. Hal tersebut dinilai sebagai absen kehadiran mahasiswa.
Kebanyakan tugas yang diberikan dosen dianggap memberatkan para mahasiswa. Mahasiswa mengeluhkan hampir semua tugas yang diberikan memiliki batas waktu deadline yang mepet dan ditambah lagi hampir semua mata kuliah tugasnya selalu bersamaan.
Saking banyaknya tugas yang diberikan membuat mahasiswa stres. Hal tersebut terbukti dari banyaknya mahasiswa yang curhat melalui story WA mengenai banyaknya tugas yang diberikan oleh bapak dan ibu dosennya.
Demi kelancaran kuliah online beberapa kampus memberikan kompensasi kepada mahasiswanya, kompensasi tersebut ada yang berupa uang dan akses internet gratis. Hal tersebut cukup membantu mahasiswa untuk meringankan beban orang tuanya.
Kebijakan Kampus?
Kebijakan tersebut tidak berlaku di kampus kami, yaitu Universitas Muhammadiyah Malang. Sejak ditetapkannya kebijakan social distancing banyak mahasiswa yang menuntut agar mereka diberikan hal yang serupa.
Beberapa Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) di Indonesia tidak mendapatkan kompensasi dari kampusnya. Kekecewaan mahasiswa pun semakin bertambah terhadap kampusnya. Akhirnya sebagian mahasiswa memilih untuk pulang kampung.
Kepanikan tak bisa dibendung sehingga sebagian mahasiswa memilih bertahan di tanah rantau. Bertahan menjadi solusi terbaik untuk mengurangi kemungkinan membawa virus ke lingkungan keluarga terdekat. Dengan memilih berada jauh dari kampung halaman, artinya siap menanggung rasa kesepian yang teramat dalam.
Darurat Covid-19, sangat berdampak pada mahasiswa yang memilih untuk tidak pulang kampung. Mereka harus siap menerima keadaan seperti kurangnya bahan makanan, sulitnya mencari warung yang buka dsb. Jalan satu -satunya menunggu kompensasi dari kampusnya.
Mereka berharap kompensasi bisa diambil dari biaya SPP atau DPP sesuai dengan persentase pembayaran yang ada. Diketahui bahwa dalam pembayaran uang SPP ada beberapa rincian yang harus dibayar seperti biaya ruang kelas dan penggunaan fasilitas lain dari kampus. Mumpung mahasiswanya tidak menggunakan fasilitas kampus dan ruang kelas, uang tersebut bisa dialihkan kepada mahasiwa sebagai kompensasi.
Kompensasi tersebut bisa berupa uang, kuota internet atau sembako bagi mahasiswa yang tetap di Malang. Pada intinya sudah saatnya kampus memberikan kompensasi kepada anak-anaknya, jangan sampai mahasiswa semakin kecewa dengan para pemangku kebijakan. Jangan biarkan mahasiswa menaruh curiga kepada kalian, karena kami juga ingin diperhatikan seperti kampus lain yang sudah membagi-bagi kompensasi sejak darurat Covid-19.
*Penulis adalah mahasiswi Prodi Ilmu Pemerintahan,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Muhammadiyah Malang
Discussion about this post