Setiap 1 Mei, dulunya penganut agama Pagan di Mesir, India dan Romawi kuno melakukan perayaan menyambut datangnya musim semi. Sebuah ritual perayaan digelar atas berkecambahnya tanaman, sebagai penghormatan terhadap Flora, sang Dewi Musim Semi.
Perayaan ini lazim disebut May Day. Ekspansi kekaisaran Romawi kemudian turut menyebarkan ritus ini ke wilayah-wilayah kekuasaannya.
Masyarakat Celts dan Saxons dulunya juga merayakan May Day, tetapi sebagai hari Raya Beltane (Hari Raya Api). Bel diyakini sebagai Tuhan Matahari.
Pada abad pertengahan, Kerajaan Inggris melanjutkannya dengan cara berbeda dalam perayaan Maypole. Mereka merayakannya dengan menari mengelilingi tiang kayu yang dihiasi bunga-bunga.
Selanjutnya gerakan buruh memberikan May Day makna dan perayaan yang baru di era modern ini.
Awal Mula Gerakan Buruh di AS
Sebuah pengadilan berlangsung pada tahun 1806. Hakim menyertakan seorang buruh Cordwainers, sebuah pabrik sepatu, dengan dakwaan memimpin konspirasi di pabriknya. Insiden tersebut tercatat sebagai aksi pertama yang dilakukan oleh Buruh secara massal.
Terdakwa mengungkapkan bahwa ia bersama buruh lainnya melakukan mogok kerja karena setiap harinya harus bekerja selama 19 sampai 20 jam. Ya, 19 sampai 20 dari 24 jam.
Klaim itu tidak mengada-ada. Alexander Trachtenberg dalam History of May Day (1947), mengutip berita dari Workingmen’s Advocate yang terbit pada1834 mengenai kondisi Buruh Roti di New York saat itu.
“Para majikan di industri pembuatan roti mempekerjakan buruh dan pekerjanya melebihi perbudakan di Mesir kuno dan telah berlangsung bertahun-tahun. Para Buruh tersebut harus bekerja selama rata-rata 18 sampai 20 jam dalam 24 jam perharinya”.
Kondisi ini adalah gambaran yang terjadi hampir serupa di semua negara bagian AS. 12 jam kerja sehari adalah durasi yang paling rendah dan paling sedikit diterapkan oleh sistem industri.
Durasi jam kerja ini juga tidak sepadan dengan upah yang diberikan. Betapa Buruh terhimpit oleh tuntutan kerja yang tidak manusiawi, yang mendominasi sebagian besar umurnya.
Pada 1827, Mechanic’s Union of Philadelphia- serikat pekerja pertama di dunia, didirikan. Di tahun itu juga ia bersama Serikat Pekerja Konstruksi mengawali mogok kerja.
Aksi ini menuntut diberlakukannya 10 jam kerja perhari bersama dengan kelayakan upah dan kebebasan berserikat.
Tuntutan tersebut memberikan dampak terhadap kesadaran pekerja. Semakin banyak serikat di berbagai sektor pekerjaan, semakin banyak pula gerakan dan tuntutan dilayangkan.
Dalam kurun 1830-1860, semakin banyak pabrik dan perusahaan mengalah dengan memberlakukan 11 jam kerja sehari.
Sebuah pertemuan diadakan di Baltimore pada bulan Agustus 1866. Pertemuan ini diinisiasi oleh William H. Sylvis, seorang perwakilan Serikat Percetakan, dan juga dihadiri oleh perwakilan Serikat Masinis dan Serikat Pandai Besi.
Atas usulan Sylvis, pertemuan itu dideklarasikan sebagai Serikat Buruh Nasional (SBN) AS. Serikat ini kemudian konsisten menuntut pemberlakuan 8 jam kerja sehari.
SBN menginisiasi gerakan yang lebih radikal. Ia bekerjasama dengan Kongres Internasionalisme I di London, dan secara aktif berjejaring dengan partai politik buruh.
Haymarket Membaharui Perayaan May Day
Saat itu terjadi aksi mogok kerja serentak pada 1 Mei 1886 di beberapa kota. Massa aksi ini tergabung dari Serikat Buruh dari berbagai sektor, Partai Politik Buruh, Pengangguran, beserta masing-masing anak dan istrinya.
Di Chichago, terhimpun 90 ribu orang. Di New York, 10 ribu orang melakukan Long March menuju Union Square. Demonstrasi juga digelar di Baltimore, Washington, Milwaukee, Cincinnati, St. Louis, Pittsburgh, Detroit dan kota-kota lainnya. Saat itu SBN menghimpun tak kurang dari 350 ribu orang. Tak pelak ini membuat ekonomi AS lumpuh.
Demonstrasi berlanjut pada 3 Mei. Di Chichago massa bergerak menuju lapangan Haymarket. Aksi itu diliputi cuaca yang buruk. Karena banyak yang membubarkan diri, massa yang awalnya berjumlah ribuan, tersisa ratusan.
Saat itu 180 Polisi datang untuk membubarkan secara paksa, kemudian secara tiba-tiba sebuah bom meledak di tengah kerumunan. 1 orang Sersan pun ikut tewas.
Polisi merespon dengan menembak di antara kerumunan. Kerusahan pun tak terhindarkan. Kerusuhan ini menyebabkan 7 Polisi dan 4 Buruh tewas, sementara 70 Buruh lainnya luka-luka.
Sebetulnya pelaku pengeboman tidak pernah terungkap. Tetapi Polisi kemudian menangkap beberapa tokoh anarkis dengan tudingan pembunuhan berencana. Mereka dihukum gantung pada 21 Juni 1886.
Tragedi Haymarket mengundang banyak simpati. Berbagai aksi kemudian dilakukan di banyak negara Eropa dan Amerika Latin.
Pada bulan Juli 1989, diadakan Kongres Pekerja Internasional I. George Novack mencatat peristiwa ini dalam karyanya The First Three Internationals; Their History and Lessons (1974).
Kongres memutuskan untuk secara internasional mendorong pengesahan 8 jam kerja sehari dengan melakukan demonstrasi pada 1 Mei 1890, tepat hari ini 40 tahun lalu.
Hal ini dimaksudkan untuk mengenang spirit gerakan buruh pada insiden Haymarket. Kongres menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Sedunia. Peringatan yang kemudian populer disebut May Day.
Peringatan ini dirayakan hingga kini di seluruh dunia. Sebagai penghormatan dan penghargaan atas keberanian para buruh melawan kapitalisme. Setiap 1 Mei, buruh dan semua simpatisannya akan bersatu menggelar aksi dengan semangat yang sama.
______________
Kontributor: Imam Achmad Baidlowi
Instagram @imamachmadb
Discussion about this post