Monday, May 23, 2022
LintasBatas.co
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
  • Home
  • Opini
  • MILD
  • GKB
  • Lipsus
  • Resensi
  • Resah
  • Silam
  • Kirim Tulisan
  • Home
  • Opini
  • MILD
  • GKB
  • Lipsus
  • Resensi
  • Resah
  • Silam
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
LintasBatas.co
No Result
View All Result
Home Opini

Memarjinalkan atau Dimarjinalkan?

Redaksi by Redaksi
31/01/2021
in Opini
Dibaca Dalam: 2 menit
0 0
A A
0
Marjinal

Photo by @melanyrochester on Unsplash

1.5k
VIEWS
Share on WhatsappShare on FacebookShare on Twitter
ADVERTISEMENT

Oleh:  Zulfiana Miftahul Jannah*

“Memarjinalkan atau di marjinalkan” adalah sebuah lontaran kalimat pernyataan yang berujung pada pertanyaan oleh salah satu kawan kolektif saya. Perempuan, sebuah tema besar yang menarik untuk didiskusikan dengan melihat kondisi perempuan hari ini yang tidak dalam keadaan baik-baik saja karena ada unsur keterbatasan, ketidaknyamanan, dan unsur-unsur tekanan dalam setiap langkahnya.

Terkhusus di ranah publik dalam konteks politik misalnya, perempuan tidak disederajatkan porsinya dengan kaum laki-laki. Dimana secara konstitusional diatur bahwa perempuan hanya mendapatkan 30% porsinya di dalam parlemen. Hal demikian menjadi pertanyaan-pertanyaan bagi kita bahwa perempuan dalam berkehidupan dengan keterbatasan apakah atas dasar ketidakmampuan secara individu atau ada sebuah sistem yang menjadikanya lemah dalam bahasa lainya adalah memarjinalkan atau di marjinalkan.

Belum lagi kondisi perempuan yang hari ini menjadi korban atas kekerasan domestik dan lain-lain sehingga menjadi ruang permasalahan yang komplit dan dapat diakumulasikan sebagai penyebab penyakit masyarakat terkhusus dalam aspek ekonomi. Dalam isu gender dan kemiskinan, rumah tangga merupakan salah satu sumber deskriminasi dan subordinasi terhadap perempuan, ketidaksetaraan dalam alokasi sumber daya dalam rumah tangga memperlihatkan laki-laki dan perempuan mengalami bentuk kemiskinan yang berbeda.

Padahal sejak zaman penjajahan Belanda kemudian beralih ke Jepang sampai pada kekuasaan bernegara dipegang oleh bumi putera peran-peran perempuan yang di konstruksikan hanya di ranah domestik saja sudah mulai dibongkar dan dituntaskan. Perempuan pada saat itu begitu memperlihatkan kekuatanya baik melalui gerakan-gerakan perlawanan dari sayap organisasi maupun sebuah partai politik.

Sehingga kemerdekaan juga tidak dapat sepenuhnya diapresiasi dari hasil kerja keras kaum laki-laki saja. Bahkan ketika kita tarik lebih jauh lagi yakni pada masa komunal primitif dimana manusia masih dalam fase berburu, perempuan mengambil peran-peran yang cukup strategis dalam memajukan manusia pada peradabanya.

Baca juga:

Zelensky, Ambisi Kedaulatan, dan Proyeksi Perdamaian Rusia-Ukraina

Tantangan Pendidikan Bagi Muhammadiyah di Masa Pandemi

Marjinalisasi yang Masih Menimpa Perempuan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata marjinal diartikan sebagai kaum yang terpinggirkan. Ketika kita kontekskan dengan kondisi sosok perempuan, maka jelas pemaknaan yang tepat terhadap kondisi yang ada hari ini sebagaimana pula yang telah dijelaskan diatas yang terdapat pada individu seorang perempuan meski kedudukan dua insan manusia yang diamanahkan Allah SWT sebagai khalifah di muka bumi ini setara. Pelecehan seksual, buruh perempuan yang di PHK sepihak, kekerasan dalam rumah tangga, perempuan terlantar dan pernikahan dini masih saja kerap terjadi dan melekat pada perempuan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apa yang menjadi penyebab atas kondisi yang demikian rumit ini?

Apakah rekonstruksi yang telah terbangun bahwa perempuan adalah sosok yang mengambil peran di ranah domestik saja sehingga tidak membutuhkan pendidikan dan peran dalam ranah publik menjadikanya lemah dan mudah ditindas? Atas dasar tersebut maka apakah ia dengan sengaja dibentuk karena kepentingan suatu golongan atau mungkin saja atas dasar individu perempuan itu sendiri yang tidak berkeinginan bergerak dan melangkah lebih maju?

Demikianlah sekelumit deskripsi dan pertanyaan yang membuktikan eksistensi kecenderungan dalam mencari akar permasalahan yang terjadi pada diri perempuan. Semoga ini pula mampu menjadi refleksi terhadap diri kita atas kondisi sosial yang melibatkan perempuan menjadi subjek didalamnya.

 

*Penulis adalah mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial
FISIP Universitas Muhammadiyah Malang 
ADVERTISEMENT
Tags: GenderKeperempuananKesetaraanMarginalisasiopini
ADVERTISEMENT
Redaksi

Redaksi

LintasBatas.co adalah kanal berita bentukan mahasiswa independen. Pembaca dapat mengirimkan tulisannya melalui email redaksi@lintasbatas.co.

Artikel Lainnya

Opini

Zelensky, Ambisi Kedaulatan, dan Proyeksi Perdamaian Rusia-Ukraina

by Baikuni Alsfaha
06/03/2022
pendidikan muhammadiyah
Opini

Tantangan Pendidikan Bagi Muhammadiyah di Masa Pandemi

by Redaksi
20/02/2021
Narkoba
Opini

Narkoba dan Sisi Lain Kehidupan

by Redaksi
30/01/2021
pemekaran
Opini

Untung Rugi Pemekaran Daerah di Saat Pandemi

by Redaksi
26/01/2021
Bencana Alam
Opini

Bencana Alam: Antara Ulah Manusia atau Takdir Tuhan

by Redaksi
26/01/2021

Discussion about this post

YPI Al Multazam HK Launching Buku Bunga Rampai

26/04/2022

Ada Juri Hafiz Indonesia di Milad YPI Al-Multazam HK Kuningan

26/04/2022

Milad YPI Al-Multazam HK Dihiasi 20 Kali Khatam Al Quran

26/04/2022
  • REDAKSI
  • DISCLAIMER
  • KIRIM TULISAN
  • KONTAK KAMI
  • PEDOMAN PEMBERITAAN MEDIA SIBER
Media Independen Mahasiswa

© 2018-2021 Lintas Batas - Media Independen Mahasiswa

No Result
View All Result
  • Login
  • Sign Up
  • Home
  • Opini
  • MILD
  • GKB
  • Lipsus
  • Resensi
  • Resah
  • Silam
  • Kirim Tulisan

© 2018-2021 Lintas Batas - Media Independen Mahasiswa

Welcome Back!

Sign In with Google+
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Google+
OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist