*Oleh: Faridha Kautsariyah Noorkusuma
Kata orang banyak, memilih adalah sebuah tindakan yang melalui proses berfikir keras. Memilih merupakan sebuah tindakan konkrit atas banyaknya pilihan. Memilih juga bukan sekedar tunjuk yang mana yang disuka. Namun memilih merupakan sebuah keputusan yang diiringi dengan resiko, komitmen, serta konsekuensi lainnya.
Fitrah manusia untuk memilih
Memilih dianugrahkan hanya kepada makhluk yang bernama manusia. Jelas sekali bahwa yang bisa memilih adalah makhluk yang diberikan pikiran dan perasaan, dan hal ini hanya dimiliki oleh manusia. Hewan, hanya diberikan nafsu. Malaikat hanya diberikan perasaan taat. Lalu siapa lagi makhluk yang memiliki keduanya, perasaan dan pikiran selain manusia. Maka semestinya, siapa saja yang manusia patut bangga, dirinya diberikan kesempatan untuk memilih.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka” (QS. Ar-Ra’ad[13]: 11)
Dari ayat diatas, menurut penulis, definisinya jelas sekali bahwa manusia diberikan sebuah pilihan untuk mengubah apa yang ada dalam diri mereka menjadi sesuatu yang lebih baik. Pilihan untuk merubah diri sendiri pun menjadi suruhan dari Illahi.
Sedangkan manusia yang memilih tidak merubah nasibnya sendiri patutnya merasa rugi. Sebab, pilihan akan kemauan, cita-cita, serta harapan didasari dari dalam diri akan adanya kesungguhan, kemampuan, keinginan yang kuat, bahkan kesempatan yang tidak datang dua kali.
Mengenai pilihan pula, penulis akan menceritakan suatu hal. Pilihan dalam meningkatkan kapasitas diri, mengenal potensi diri, mengelolanya, kemudian harapannya dapat menjadi manfaat bagi orang disekitar penulis.
Pilihan itu adalah menjadi salah satu bagian dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah atau bisa disingkat IMM merupakan bagian dari Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) yang memiliki posisi strategis dalam rangka membangun tradisi pembaharuan Muhammadiyah. Dengan basis kekuatan yang berada di kampus-kampus Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM), Perguruan Tinggi Negeri (PTN), dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) menjadikan IMM sebagai sebuah organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kader-kader akademis Muhammadiyah di masa depan. IMM pula hadir sebagai bagian dari generasi muda Islam perlu mengambil peran dalam berbagai kejadia, kecenderungan, perubahan yang mewarnai kehidupan bangsa Indonesia dalam rangka pemenuhan kebutuhan nasional maupun konsekuensi interaksi antar bangsa.[1]
Pada 29 Syawal 2384 H, bertepatan dengan tanggal 14 Maret 1964 M didirikan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sebagai salah satu organisasi otonom Muhammadiyah, yang merupakan wadah perjuangan untuk menghimpun, menggerakkan dan membina potensi mahasiswa Islam guna meningkatkan peran dan tanggung jawabnya sebagai kader persyarikatan, kader umat dan kader bangsa, sehingga tumbuh kader-kader yang memiliki kerangka berpikir ilmu amaliyah dan kader amal ilmiah sesuai dengan Kepribadian Muhammadiyah. Kesemuanya itu dilaksanakan secara bersama dengan menjunjung tinggi musyawarah atas dasar iman dan taqwa serta hanya mengharap ridha Allah SWT.[2]
Kader IMM diharapkan memiliki kemampuan dalam hal intelektual, humanitas, dan religiusitas, yaitu sebagai Tri Kompetensi Dasar. IMM adalah gerakan Mahasiswa Islam yang bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan dan kemahasiswaan. Hal ini bisa disebut sebagai Trilogi IMM.
Tujuan IMM adalah mengusahakan terwujudnya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Tujuan ini telihat dalam lambang IMM. Lambang IMM adalah pena yang berlapis dengan tiga warna, ditengah tertuliskan IMM, bunga melati dan pita yang tercantum tulisan arab ‘Fastabiqul Khairat’ serta dengan 5 sinar matahari.[3]
Penulis menjatuhkan pilihan kepada Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah tentu memiliki tujuan. Walaupun tujuan awal tersebut sederhana dan bahkan terkesan sangat sepele, namun tujuan awal ini yang membuat penulis betah berproses di IMM. Penulis merasakan betul bahwa dengan masuk berorganisasi akan banyak manfaat yang didapatkan, seperti jejaring pertemanan, rasa kekeluargaan, proses pendewasaan diri, tanggung jawab organisasi, dan sebagainya.
Mengapa penulis tidak ingin membandingkan IMM dengan organisasi Iainnya, karena seluruh organisasi kepemudaan yang bernafaskan Islam itu adalah sama. Yang menjadi pembeda adalah ideologi organisasi tersebut.
Awalnya bagaimana penulis dapat konsisten dalam IMM ini karena faktor ‘keterpaksaan’. Prinsip penulis, apabila di undang dalam sebuah kegiatan, ‘harus’ berhadir. Rasa keterpaksaan akan kehadiran penulis awalnya menjadi beban. Namun, dalam agenda tersebut ternyata sangat menyenangkan bersama teman-teman. Rasa ‘keterpaksaan’ kemudian berubah menjadi kesenangan.
Setalah sering menghadiri undangan kegiatan, yaitu Darul Arqam Dasar (DAD), outbound, Latihan Instruktur Komisariat (LIK), dan kegiatan diskusi selama setahun penuh, maka muncullah perasaan kepemilikan penulis terhadap IMM. Perasaan kepemilikan ini tidak terlepas dari pilihan bahwa penulis harus rela kegiatan akademik seiring dengan kegiatan berorganisasi.
Seperti gayung bersambut, rasa kepemilikan penulis terhadap IMM semakin besar ketika menjadi struktural atau masuk dalam jajaran anggota bidang Immawati. Baru setelah 2 tahun berproses, penulis mengetahui bahwa seorang kader dapat dimasukkan dalam sebuah struktural dengan bidang tertentu melihat dari kapasitas, kemampuan, serta kemauannya. Dengan masuknya kader di struktural hal ini berarti bahwa kader tersebut dipilih dan dipercaya untuk mengasah soft skill nya dalam mengejawantahkan atau mengaplikasikan sebuah visi bidang kedalam praktek.
Mengaplikasikan sebuah visi bidang ke dalam praktek, dikonsep dalam grand desain menjadi sebuah program kerja. Kebiasaan program kerja dalam sebuah organisasi adalah pengulangan kegiatan. Lama kelamaan terus diulangi, maka akan menjadi budaya. Boleh saja hal ini dilakukan, namun perlu ditinjau pula mengenai catatan kecil evaluasi tiap agenda. Serta berbagai variabel tambahan sebagai bentuk dinamisnya pergerakan masyarakat.
Berbagai metode dilakukan agar kader tetap aktif, dengan adanya program kerja. Mengapa IMM menaruh perhatian lebih kepada pengembangan kader? Karena organisasi ini adalah perkaderan. Sehingga butuh adanya regenerasi, pembaharuan, serta sosok penerus dalam mengelola IMM.
Akhir kata dalam tulisan ini, penulis menyampaikan bahwa rasa kepemilikan, rasa kecintaan terhadap IMM yang harus dipupuk kader. Dengan cara seperti apa, banyak metodenya, yang akan penulis ceritakan apabila pembaca mau meluangkan waktunya untuk ngopi sejenak. Karena dengan tumbuhnya rasa kepemilikan, rasa kecintaan maka sedikit demi sedikit akan muncul pula konsistensi dalam organisasi bahkan sampai tumbuh rasa militansi dalam organisasi.
Billahi fii sabilil haq, Fastabiqul Khairat.
*Penulis adalah Ketua Bidang RPK
DPD IMM Kalimantan Selatan
[1] Tanfidz Musyawarah Daerah ke-X IMM Kalimantan Selatan yang disahkan pada 3 Mei 2019.
[2] Muqoddimah Anggaran Dasar IMM dalam Tanfidz Muktamar XVIII IMM di Malang yang disahkan pada 1 September 2018.
[3] Anggaran Dasar IMM dalam Tanfidz Muktamar XVIII IMM di Malang Pasal 5,6,7.
Discussion about this post