Oleh: Ilham. S. Sukalumba*
Amerika Serikat (AS) secara resmi mengeluarkan Indonesia dari negara berkembang disusul dengan negara lain seperti China, India, Brazil dan Afrika Selatan. Kebijakan AS tersebut menjadi perbincangan dikalangan pakar politik dan ekonomi.
Pernyataan yang dikeluarkan oleh Negeri Paman Sam tersebut memunculkan berbagai opini yang berkaitan dengan kepentingan ekonomi-politik. Karena kurangnya informasi, tidak banyak orang mengetahui terkait kebijakan tersebut.
Jika kita melihat kebelakang, dalam pidatonya Jokowi pernah mengatakan bahwa Indonesia akan menjadi negara maju pada tahun 2045. Jokowi melihat bahwa pada tahun tersebut, Indonesia akan menginjak satu abad kemerdekaan dan akan keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah sebagai negara. Harapan tersebut akan tercapai bila Indonesia menjadi 5 besar ekonomi dunia dan dengan tingkat kemiskinan nol persen.
Pidato yang dikemukakan oleh Jokowi merupakan visi Indonesia Emas 2045, dengan memanfaatkan bonus demografi pada tahun 2030-2040 harapan tersebut kelak akan terwujud. Bonus demografi terlihat dengan banyaknya jumlah usia produktif, yaitu mulai dari umur 15-64 tahun.
Hal tersebut perlu dimanfaatkan dengan baik oleh bangsa kita sebagai upaya dalam menjawab tantangan global kedepannya serta mampu menjadi senjata untuk memajukan Indonesia.
Empat pilar yang menjadi fokusan Indonesia dalam mencapai target sebagai negara maju antara lain, pertama pembangunan manusia dan penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), kedua pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Selanjutnya pemerataan pembangunan dan yang terakhir adalah pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan yang baik. Keempat aspek tersebut dianggap penting karena mengikuti perkembangan teknologi, meningkatnya pendidikan serta jawaban atas proses menjadikan masyarakat Indonesia sejahtera dalam segala aspek.
Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan, menyatakan bahwa Indonesia perlu melakukan beberapa persiapan yakni, pertama dalam sisi Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu meningkatkan dari segi pendidikan dan riset. Kedua adalah infrastruktur yang dapat menyokong dan mendorong pembangunan dalam negeri.
Berikutnya, yaitu teknologi yang bisa mengembangkan industri dalam negeri. Keempat ialah pelayanan yang efisien dalam proses bisnis yang diperlukan. Kelima adalah tata ruang wilayah dengan adanya perbaikan pengelolaan tata ruang wilayah. Terakhir, peran APBN dalam menjaga anggaran pendapatan dan belanja tetap sehat.
Hal ini berbeda dengan statement yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat, bahwa Indonesia dari segi perekonomian yang naik sebesar 5 persen menjadi salah satu indikator dikatakan sebagai negara maju.
Jika dilihat dari segi kondisi tanah air, negara ini masih relatif jauh dikatakan sebagai negara maju. Mengingat dari pembangunan nasional ataupun penghidupan yang layak bagi warga negaranya belum merata.
Hal ini bisa dilihat dari angka kemiskinan, tingkat melek huruf ataupun teknologi masih dijumpai di dalam negeri. Terlebih, dari segi pendidikan yang masih kocar-kacir dalam memilih strategi yang tepat diterapkan untuk menyiapkan generasi ke depan.
Tetapi itu semua tidak dipertimbangkan oleh Trump pemimpin negara yang memiliki tingkat perekonomian tertinggi di dunia tersebut.
Dengan tidak melihat kondisi yang terjadi di Indonesia, Presiden AS menilai bahwa Indonesia telah mencapai angka ekspor 0,9 persen dari 0,5 persen sebagai kelompok negara maju. Hal ini berbeda dengan pendapatan per kapita ataupun Pendapatan Nasional Bruto (GNI) yang semestinya untuk negara yang tergolong maju.
Untuk menjadi negara maju GNI negara haruslah mencapai US$12.055 per kapita, sedangkan Indonesia masih jauh dari harapan karena hanya kisaran US$3.840 per kapita.
Terkait perbedaan pendapat yang terjadi dalam pengajuan Indonesia sebagai negara maju, pemerintah seharusnya menyatakan sikap keberatan dalam rapat WTO mengingat konsekuensi yang berat apabila Indonesia dikategorikan sebagai negara maju.
Jika melihat kembali dengan visi Indonesia dengan adanya bonus demografi, sebenarnya Indonesia masih dalam tahap awal menjalankan hal tersebut, karena belum tentu empat pilar yang diharapkan dapat tercapai secara keseluruhan.
Bukan karena Indonesia belum siap menjadi negara yang tergolong maju, namun hal tersebut perlu adanya bukti nyata sebagai proses target yang semestinya menjadi perhatian Indonesia untuk bersaing dikanca dunia dari segi SDM hingga tingkat perekonomian suatu negara.
Apabila pernyataan Trump tersebut dapat terlaksana dan disetujui oleh negera-negara dunia, bukan berarti harapan Indonesia menjadi negara maju sudah terwujud.
Namun, bisa jadi itu merupakan permainan politik dalam perdagangan internasional yang sedang dibangun oleh AS. Hal ini bisa saja didapatkan oleh negara berkembang lainnya.
Dari hubungan bea masuk impor Indonesia ke AS dapat menekan ekspor sebesar 2,5 persen. Terlebih, akan menghilangkan kemudahan dalam melakukan pinjaman luar negeri dan fasilitas GSP.
GSP merupakan fasilitas bea masuk impor terhadap produk ekspor negara berkembang yang diberikan oleh negara maju demi membantu negara berkembang.
Terdapat pula pernyataan dari menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto berpendapat bahwa Indonesia seharusnya senang menjadi negara maju.
Dampaknya akan membuat produk Indonesia memiliki nilai daya saing dan tidak membuat biaya ekspor menjadi naik. Hal itu dikarenakan adanya perjanjian bilateral atau perjanjian 2 negara yang mengatur kebijakan.
Pendapat tersebut belum dapat memastikan Indonesia menjadi negara maju dan bisa juga mengganggu pencapaian tujuan pemerintah pada tahun 2045. Dengan berbagai pandangan dari pemerintah terkait pernyataan yang dikeluarkan oleh negara Paman Sam tersebut membuat kita harus berpikir dua kali.
Menjadi negara maju bukan suatu hal yang mudah untuk dijalani dalam suatu negara. Terlebih lagi dengan kondisi negara yang dihadapkan dengan berbagai masalah.
Sampai saat ini pun belum dapat diselesaikan dengan tegas oleh para pemegang kekusaan. Bisa dilihat dari pembangunan SDM yang belum merata khususnya di sektor pendidikan dan pembangunan infrastruktur sebagai pemenuhan pelayanan publik.
Harapannya Indonesia tidak boleh terlena atas gelar baru yang diberikan oleh Amerika serikat. Mengingat ini dapat menyebabkan Indonesia jatuh dalam jebakan yang dibuat oleh negara adikuasa tersebut.
Menjadi suatu hal bijak ketika negara melihat apa yang dirasakan rakyatnya, dibanding memilih dan melihat apa yang diinginkan negara lain.
*Penulis adalah mahasiswa Ilmu Pemerintah, Fisip,
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
Instagram : @Ilhamperdana339
Discussion about this post