Judul Buku: Analisis Gender & Transformasi Sosial
Penulis/Editor: Dr. Mansour Fakih
Penerbit: Pustaka Pelajar
Tebal: xviii + 186 halaman
Cetakan/tahun: Kedua, tahun 1997
Resentator: Eva Marchela Anrisya*
Analisi Gender dan Ketidakadilan (Bagian Pertama)
Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Ketidakadilan karya Mansour Fakih ini, dibagi menjadi 3 pokok bahasan, yaitu tentang analisis gender dan ketidakadilan, analisis gender dalam gerakan transformasi perempuan, dan agenda mendesak gerakan feminisme, termasuk tantangan dan strateginya pada masa mendatang. Analisis gender dan ketidakadilan dimulai dengan pembahasan tentang konsep seks dan konsep gender.
Konsep seks menitikberatkan pada perbedaan manusia secara fisik atau biologis yang sifatnya permanen atau kodrati. Sementara itu, sifat gender antara laki-laki dan perempuan dapat dipertukarkan atau tidak bersifat permanen (tidak kodrati). Jenis kelamin mengacu pada pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis, yaitu laki-laki dan perempuan. Manusia berjenis kelamin laki-laki memiliki penis, jakun, dan memproduksi sperma. Perempuan adalah manusia yang memiliki alat reproduksi, seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, vagina, dan mempunyai alat menyusui. Alat-alat tersebut melekat pada manusia jenis laki-laki atau perempuan dan secara biologis tidak bisa dipertukarkan. Secara permanen, pembagian tersebut tidak bisa berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sering disebut sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat.
Sementara itu, konsep gender mengacu pada sifat yang melekat pada kaum laki-laki atau perempuan yang dikonstruksi, baik secara sosial maupun secara kultural. Misalnya, perempuan dikenal lemah lembut, emosional, dan keibuan; laki-laki dianggap kuat, rasional, dan perkasa. Berbeda dengan jenis kelamin, ciri dan sifat gender dapat dipertukarkan. Artinya, ada laki-laki yang lemah lembut, emosional, dan keibuan; ada perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa. Perubahan ciri gender dapat terjadi dari waktu ke waktu, dari satu tempat ke tempat lain, atau dari suatu kelas ke kelas lain. Contohnya, di suku tertentu perempuan lebih kuat daripada laki-laki.
Banyak orang yang menyamakan antara gender dan sex, padahal hal tersebut jauh berbeda. Inilah yang kemudian menimbulkan masalah baik bagi laki-laki dan kebanyakan terjadi pada perempuan. Artinya, perempuan yang memiliki bakat untuk berkarir selalu dikekang karena ia perempuan, sedangkan laki-laki yang tidak memiliki bakat dibiarkan berkarir, disinilah muncul rasa ketidakadilan dalam diskursus gender.
Uraian dalam bagian pertama buku ini merupakan upaya pembahasan tentang pengertian gender dan apa kaitannya dengan berbagai konsep tentang perubahan sosial. Perbedaan gender sesunguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan gender telah melahirkan ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan terutama bagi kaum perempuan.
Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Penulis memperlihatkan perbedaan gender melahirkan ketidakadilan melalui berbagai penanamaan ketidakadilan yang ada. Ketidakadilan gender terwujudkan dalam berbagai bentuk, yakni marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan streotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan (violance), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden), serta sosialisasi ideologi peran gender.
Penulis mengatakan bahwa, perwujudan ketidakadilan gender tidak bisa dipisah-pisahkan, karena saling berkaitan dan berhubungan, saling mempengaruhi secara langsung. Jenis-jenis ketidakadilan gender tersebut telah terjadi di berbagai tingkatan: kebijakan, adat/kultur/agama, dan rumah tangga. Yang paling sulit diubah adalah ketidakadilan gender telah mengakar ke dalam keyakinan dan menjadi ideologi perempuan ataupun laki-laki. Semua bentuk-bentuk ketidakadilan gender tersebut tersosialisasi secara mantap sehingga laki-laki dan perempuan akhirnya terbiasa dan akhirnya memercayai bahwa peran gender tersebut seolah-olah merupakan kodrat. Lambat laun terciptalah suatu struktur ketidakadilan gender yang diterima dan sudah tidak dapat lagi dirasakan sebagai sesuatu yang salah.
*Resentator adalah Mahasiswi Ilmu Kesejahteran Sosial, FISIP,
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Twitter/Ig: @evamarchela / evamarchelaa
Discussion about this post