Bagi orang kaya, mabuk itu gampang
Buka botol impor, karena banyak uang
Miras nenek moyang, malah dilarang
Pura pura mabuk, tabur keadilan
Orang miskin mati, minum oplosan
Politisi busuk, mabuk kekuasaan
Lirik lagu Libertaria feat Farid Stevy diatas cukup menggambarkan tentang bagaimana kondisi bangsa Indonesia saat ini. Semuanya serba mabuk, ada yang mabuk kekuasaan, mabuk agama, mabuk asmara, mabuk kuliah online dan mabuk alkohol.
Bahkan mabuk alkohol menjadi salah satu pembahasan yang pekan ini cukup ramai diperbincangkan. Biang keroknya adalah usulan mengenai RUU Minumal Beralkohol. RUU ini pertama kali diajukan pada tahun 2012 silam dan sekarang DPR telah memutuskan memasukkan RUU Larangan Minol ini ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) untuk tahun 2020.
RUU ini diusulkan dengan alasan faktor agama dan moralitas. Memang, alkohol dan segala bentuk turunannya kerapkali dikambinghitamkan atas berbagai kejadian kriminal di masyarakat. Padahal pada kenyataanya, pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar. Atau mungkin pengusul RUU tersebut keseringan nonton acara 86 NET TV yang selalu menjadikan pemabuk sebagai bahan tertawaan. .
Saya sendiri sering menemui kejadian perkelahian di tempat-tempat yang menyediakan alkohol. Dengan badan sempoyongan dan bau mulut yang harum, mereka mencoba sekuat tenaga untuk mendaratkan tinju uppercut di wajah lawannya serta bertahan menggunakan teknik “elbow block” ala Floyd Mayweather.
Setelah diselidiki, ternyata penyebab mereka berkelahi bukanlah alkohol, tetapi masalah-masalah lain seperti perempuan, uang, dendam masa lalu, atau pemula yang mencoba caper di circle pergaulannya. Alkohol hanya menjadi tameng pembenaran bagi mereka untuk melakukan tindakan kekerasan.
Hal ini kemudian dipertegas oleh kriminolog Adrianus Meliala, bahwasanya perilaku kriminal tak bisa langsung disangkut-pautkan dengan minuman beralkohol. Menurutnya perbuatan kriminal selalu bersinggungan dengan hal lain yang kaitannya dengan emosi dalam diri seseorang.
Di Indonesia sendiri, alkohol memiliki kaitan erat dengan tradisi di berbagai daerah. Ciu, Arak, Moke, Cap Tikus, Sopi, Tuak dan Lapen adalah beberapa nama miras yang mengandung kearifan lokal tersendiri di tempat asalnya. Tak lupa pula Anggur Cap Orang Tua yang selalu menemani suka duka nestapa kehidupan dengan segala restunya.
Ketika segala sesuatu diatur dengan ketat sedemikian rupa, maka seringkali masalah yang timbul setelahnya adalah berbagai kreatifitas nan cerdik untuk mengakali hukum yang berlaku. Coba kita bercermin dengan penutupan tempat lokalisasi Gang Dolly di Surabaya, setelah tempat tersebut ditutup, apakah praktek pelacuran juga ikut menghilang?
Ternyata tidak, praktek persekutan duniawi tetap berjalan meski dengan modus operandi yang berbeda. Alkohol dan prostitusi sendiri sebenarnya memiliki kemiripan, yakni sama-sama disukai dan dibutuhkan banyak orang, sekaligus dibenci oleh banyak orang.
Keliaran akan nutrisi lambung dan selangkangan manusia memang menjadi tugas bagi manusia itu sendiri untuk menemukan jawaban yang tepat, tentu dengan sikap yang dewasa dan bijaksana. Makanya ketika mabuk, lebih baik di-final touch dengan hal-hal yang baik dan bermanfaat.
Semisal bermain truth or dare, atau ajang saling curhat. Konon katanya kejujuran orang itu bisa dikonfirmasi ketika dia mabuk. Atau hal lain seperti menulis cerpen, puisi, dan merenungi diri sendiri. Yang jelas kalo mabok jangan disambi menyetir, nanti bisa-bisa jurang didepan mata dikira ranjang hotel The Ritz-Carlton.
Tentu kita tidak ingin melihat makin banyak korban berjatuhan akibat maraknya miras oplosan karena miras legal semakin susah untuk dijangkau. Mari kita sadari, bahwa banyak dari masyarakat kita yang doyan mabuk, walau tertib nggak makan babi.
Hemat saya, untuk saat ini RUU Minol belum dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Peraturan yang ada sudah cukup jelas untuk menindak segala bentuk pelanggaran terkait minuman beralkohol. Tinggal bagaimana peran aparat pemerintah dalam mengawasi peredaran dan konsumsi alkohol di tengah masyarakat
Atau jangan-jangan RUU ini disusun bukan untuk menjadi UU, tapi hanya untuk menjaga pembelahan yang telah terjadi di masyarakat, agar kegaduhan tetap terpelihara sampai pemilu berikutnya. Cheerss…
_____________________
*Kontributor adalah Ketua Tim Riset Lintas Batas
IG: @masaqin_
Discussion about this post