LINTASBATAS.CO – MALANG. Renaissance Political Research and Studies (RePORT) Institute, kembali menggelar diskusi publik bertajuk diskusi akhir tahun guna sebagai ajang reflektif dan mawas diri terkait persoalan bencana yang sering terjadi dalam satu tahun terakhir ini, Sabtu (31/12).
Mengangkat dua tema yakni Mitigasi bencana dan Pemberdayaan Masyarakat perspektif Pariwisata, dengan dua pembicara. Pembicara pertama persoalan mitigasi bencana dibawakan oleh Yana S Hijri Kepala Pusat Studi Kewilayahan dan Penanggulangan Bencana (PUSKA-AB) UMM, dan pembicara kedua membahas persoalan pemberdayaan berbasis wisata dibawakan oleh Tutur Tri Sulihanto Putra Founder & CEO Malangtravelista.id dan Sekjend East Java Ecotourism Forum (EJEF).
Pada pembahasan pertama, membongkar makna dari mitigasi yang selama ini banyak tereduksi seakan-akan mitigasi selalu dipandang pada persoalan bencana alam saja. Seperti yang dikatakan oleh Yana S Hijri, mitigasi tidak hanya diterapkan di bencana alam, sesuai dengan definisi mitigasi yakni mengurangi dampak atau resiko buruk juga diterapkan pada bencana non alam dan sosial.
Berbicara soal bencana yang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu satu tahun terakhir, bisa terbilang tidak sedikit, baik bencana alam, bencana non alam maupun bencana sosial. Dari segi geografisnya Indonesia, bencana alam sering terjadi disebabkan oleh sabuk alpide. Sabuk alpide sendiri terbentuk karena bertemunya lempeng Eurasia, lempeng India dan lempeng Australia. Dikutip dari Encyclopedia Britannica, sabuk alpide terbentang melewati sumatera dan jawa.
Begitu juga dengan bencana non alam seperti COVID-19 merupakan alarm bagi seluruh dunia untuk bisa menemukan konsep mitigasi bencana yang tepat agar meminimalisir resiko korban jiwa. Kita ketahui hampir seluruh dunia terkena imbasnya baik dari sektor wisata, ekonomi, kesehatan, politik yang bermuara pada goyahnya kestabilan sebuah negara. Sehingga bukan hanya persoalan bencana itu terjadi melainkan bagaimana bencana tersebut dimitigasi.
Jika dilihat dalam sudut pandang wisata tentu mitigasi juga mempunyai peran sentral mengingat ada dampak buruk yang diberikan ketika persoalan bencana alam, non alam dan sosial tidak dimitigasi dengan efektif dan efisien.
Dalam diskusi tersebut selain berbicara perihal mitigasi bencana juga membahas persoalan pemberdayaan masyarakat dalam perspektif pariwisata. Tentu antara mitigasi bencana dan pemberdayaan sama seperti dua sisi sebuah koin, dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Pemberdayaan masyarakat dalam sektor pariwisata tentu ini menjadi sebuah proyek yang sedang dikerjakan baik oleh Governmental Organization maupun Non-Governmental Organization, mengingat potensi alam dan budaya yang dimiliki oleh Indonesia.
Dikatakan oleh Tri Sulihanto, dalam melakukan pembardayaan di sektor pariwisata salah satu yang perlu diperhatikan juga adalah jangan sampai yang awalnya masyarakat rukun dengan adanya pemberdayaan itu membuat masyarakat justru malah bertikai.
Selain itu pembahasan pemberdayaan disektor wisata yang harus diperhatikan adalah bukan hanya menjual produk dalam bentuk material, tapi yang jauh lebih penting adalah menawarkan sebuah konsep dimana pengunjung wisata tetap merasakan sensai atau eksperimen yang tidak bakal didapatkan selain berkunjung diwisata tersebut. “Wisata yang bagus adalah wisata yang menawarkan konsep atau gagasan dimana pengunjungnya mendapatkan eksperimen atau sensai yang tidak didapatkan ditempat lain”. Tutur Tri Sulihanto
Pada akhirnya pemberdayaan berbasis wisata yang baik adalah bagaimana menciptakan ide atau gagasan yang memberikan eksperimen yang menarik dan memahami bagimana bencana dimitigasi dengan baik dan benar.
Discussion about this post