Kondisi dari suatu negara yang berada dalam kondisi darurat dan berbagai norma hukum yang ditentukan berlaku dalam keadaa darurat itu penting untuk dipelajari secara tersendiri dan komprehensif. Dalam dunia akademis, mengenai Hukum Tata Negara perlu adanya pembedaan antara Hukum Tata Negara yang berlaku dalam keadaan biasa atau normal dengan Hukum Tata Negara yang berlaku dalam keadaan luar biasa atau tidak normal. Hukum Tata Negara yang berlaku dalam keadaan luar biasa atau tidak normal inilah yang kita sebut dengan Hukum Tata Negara Darurat.
Dari segi praktis mengapa studi mengenai hukum keadaan darurat itu dianggap penting? Hal ini jelas karena studi mengenai ini berkaitan sangat erat dengan pelanggaran serius atas hak-hak asasi manusia yang dapat terjadi dengan diberlakukannya keadaan darurat itu. Tentunya kita masih ingat dengan Konstitusi Weimar yang dimiliki oleh Republik Weimar (Republik sebelum Kerajaan Ketiga Jerman yang dipimpin Adolf Hitler), dalam Konsitusi tersebut terkandung materi muatan konstitusi yang terdiri salah satunya adalah jaminan tentang HAM.
Namun ketika Adolf Hitler (manusia 3/4 dewa) naik tahta menjadi Kanselir dan kemudian dapat naik tahta lagi menjadi Der Fuhrer (Pemimpin) Jerman, maka dengan tertabuhnya genderang perang dunia ke 2, Hitler menyatakan dan membatalkan seluruh norma-norma normatif yang terkandung didalam Konstitusi Weimar dengan dalih negara sedang dalam keadaan darurat (perang) dan titah sang Fuhrer lah yang menjadi hukum menggantikan Konstitusi Weimar. Dalam perjalanannya pun telah banyak terjadi pelanggaran ham berat dan serius dengan dibatalkannya Konstitusi Weimar.
Studi yang komprehensif dan holistik mengenai soal ini tentu dapat membantu agar negara terhindar dari pelanggaran HAM. Jika keadaan darurat itupun diberlakukan, maka setidaknya terkait dengan pemberlakuan itu dapat dikendalikan sesuai dengan maksud diadakannya aturan mengenai keadaan darurat itu sendiri dan meminimalisir terkait dengan penyalahgunaan kekuasaan dalam keadaan darurat itu.
Selain itu, negara-negara yang baru menerapkan sistem demokrasi sangat boleh jadi dalam penyelenggaraan negara dalam keadaan darurat akan berlangsung secara tersendat-sendat atau serba gamang dan tidak terarah. Sebagai contoh, di lingkungan negara-negara demokrasi baru, biasanya dalam penyelenggaraan kekuasaan dihadapkan pada 2 (dua) pilihan ekstrim yakni antara tuntutan kebebasan tanpa arah dan kendali diantara warga negara yang haus akan kebebasan setelah dicekam rasa takut bertahun-tahun, atau kebutuhan rasional untuk mengadakan konsolidasi kekuasaan negara meskipun dengan sedikit atau bahkan dengan mengekang dan membatasi kebebasan.
Dalam situasi gamang dan sulit menentukan piliha yang sedemikian itu, sekiranya tidak cukup jelas pemahaman mengenai seluk beluk tentang keadaan darurat dan mekanisme hukum yang mungkin diadakan untuk mengatasi keadaan darurat tersebut, maka kegamangan tersebut menjadi sangaat sulit untuk diselesaikan. Namun, apabila keadaan darurat tersebut beserta mekanisme hukumnya telah diatur secara rasional, maka tentunya kegamangan tersebut akan dapat diatasi.
Dalam konteks demikian, studi mengenai Hukum Tata Negara Darurat ini justru menjadi sangat penting. Studi mengenai hukum keadaan darurat dapat pula berfungsi sebagai “early warning system” untuk dapat mencegah agar jangan sampai prinsip-prinsip demokrasi yang sudah diterapkan mengalami kegagalan. Dengan demikian, Hukum Tata Negara Darurat itu sendiri dapat dikatakan sebagai salah satu cabang ilmu Hukum Tata Negara yang secara khusus mempelajari aspek-aspek hukum tata negara yang berlaku dalam keadaan negara yang tidak normal atau istimewa.
Oleh : Novan Mahendra Pratama
Penulis adalah alumni mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura
sekaligus Personalia Resimen Mahasiswa Mahasurya Jawa Timur di Bidang Hukum
Discussion about this post