Hak Asasi Manusia (HAM) sangat dekat dengan manusia. Artinya, ia melekat sejak lahir hingga meninggal dan menjadi hak dasar atau pokok yang tidak dapat dipisahkan dari individu manusia. Kekerasan terhadap perempuan adalah salah satu contoh memisahkan HAM dari individu manusia. Kasus ini merupakan pelanggaran berat yang kerap terjadi.
Jumat (06/12/19), sebanyak 42 mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar aksi mimbar bebas dalam rangka memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP), di depan Perpustakaan UMM. Dalam aksi tersebut, mahasiswa melakukan orasi politik dan juga membagikan selembaran kepada masyarakat kampus.
Adapun isu utama yang diangkat oleh aksi tersebut adalah hapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan wujudkan anti toleransi bagi kekerasan terhadap perempuan.
Menurut Hanun Asfa, selaku Koordinator Lapangan (Korlap), Ia menyampaikan bahwa “aksi ini tidak terlepas dari ketertindasan terhadap perempuan yang semakin meningkat , aksi ini juga bertujuan untuk menuntut hak perempuan yang tertindas, terutama karena sering terjadinya pelecahan seksual”, terang mahasiswi Hubungan Internasional UMM tersebut.
Pendapat ini bukan tanpa dasar, menurut data Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Indonesia tahun 2019, terdapat 406.178 kasus kekerasan terhadap perempuan yang telah dilaporkan, dan masih banyak lagi kasus belum terdata. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, sebesar 348.466 kasus. Pada tahun 2018, dilakukan penyebaran 918 lembar formulir survey Komnas Perempuan, dan yang terkumpul hanya 23% atau sekitar 209 formulir. Artinya, masyarakat Indonesia ternyata sedang dalam keadaan darurat emansipasi.
Menanggapi hal ini, menurut Nava Ika Salsabila, selaku Humas Aksi tersebut yang juga merupakan mahasiswi UMM. Menyatakan, jika perempuan bukanlah objek yang patut direndahkan, hak kebebasan harus disuarakan oleh semua pihak.
“Karena masih adanya ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan di kehidupan masyarakat, dan banyak perempuan yang dilecehkan, serta direndahkan, maka aksi ini perlu untuk dipropagandakan”, ungkap perempuan yang kerap disapa Nava tersebut.
Aksi ini adalah salah satu bentuk penyadaran pada publik tentang pentingnya peringatan ‘Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan’, yang sebenarnya akan berlangsung selama 16 hari. Nava Ika Salsabila, menyatakan bahwa aksi ini juga memiliki sisi informatif dan edukatif berdasarkan isu-isu yang diangkat.
“Kami memiliki 6 isu turunan, yang intinya berisi tuntutan karena masih banyaknya kasus kejahatan pada perempuan yang belum dilaporkan. Ada kasus yang seharusnya perlu dilaporkan, malah dibiarkan begitu saja”. Lanjutnya, Enam isu tersebut adalah , (1) Hapuskan kekerasan terhadap perempuan di segala ranah; (2) Wujudkan lingkungan yang aman bagi kebebasan perempuan; (3) Laporkan segala kasus kekerasan terhadap perempuan; (4) Lindungi perempuan korban kekerasan; (5) Tingkatkan penanganan dan pendampingan terhadap korban kekerasan; (6) Hapuskan toleransi dan jatuhkan hukuman bagi pelaku kekerasan terhadap perempuan. Ungkap mahasiswi HI tersebut.
Terakhir, Nava Ika Salsabila berharap bahwa dengan adanya aksi ini, kedepannya hak terhadap perempuan lebih bisa didengar oleh pemerintah, sehingga keadilan terhadap perempuan bisa ditegakkan di segala ranah kehidupan. (Ogi, Rdi, Non)
Discussion about this post