Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI) merupakan kebijakan baru yang diterapkan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada awal tahun ajaran 2018/2019. Merujuk pada Permendikbud No. 81 Tahun 2014, SKPI adalah dokumen yang memuat informasi tentang pencapaian akademik atau kualifikasi dari lulusan tinggi bergelar.
Penerbitan SKPI ini dilandasi oleh tiga Permendikbud, yakni Permendikbud No. 73 Tahun 2013, Permendikbud No. 49 Tahun 2014, dan Permendikbud No. 81 Tahun 2014. Meski sudah cenderung lama, aturan tersebut baru diadopsi UMM tahun ini.
Berbagai tanggapan bermunculan dari mahasiswa, ada yang pro dan kontra. Nyatanya, tak sedikit mahasiswa dibuat bingung. Mirisnya lagi, beberapa mahasiswa belum mengetahui adanya kebijakan SKPI di UMM.
Rezka Mardhiyana salah satu wisudawan terbaik pada wisuda periode I Februari lalu mengungkapkan, perihal SKPI baru diketahuinya beberapa saat menjelang wisuda. Mahasiswa Fakultas Psikologi tersebut, merasa mekanisme penjalanan SKPI belum terlalu jelas.
“Bukti nyata adanya keahlian dari mahasiswa untuk melamar kerja dan beasiswa. Bagus-bagus aja jika memang untuk mendukung masa depan mahasiswa,” tutur mahasiswa asal Banjarmasin tersebut.
Dalam surat edaran SKPI bernomor E.6.o/946/BAA-UMM/X/2018 perihal Surat Keterangan Pendamping Ijazah, sebenarnya telah dilampirkan pula panduan SKPI. Mulai dari bobot dan dasar penilaian tiap kegiatan dan prestasi hingga alur prosedur mengurus SKPI.
Namun demikian, masih banyak yang belum secara spesifik memahami mekanisme SKPI tersebut. Salah satunya adalah Fachri Ivanda Andhika, staf kesenian BEM FISIP. Baginya SKPI masih kurang jelas alur mengurusinya, pun demikian dengan besaran tiap poinnya. “Kurang sosialisasi,” ungkapnya.
Menurut mahasiswa yang akrab disapa Andhika ini, kurang masifnya sosialisasi SKPI dapat dikaji ulang oleh para pemangku kebijakan di UMM mengingat masih banyak mahasiswa yang belum paham tata cara pengurusan SKPI. Bahkan tidak sedikit pula yang tidak tahu sejak kapan akan diberlakukannya SKPI tersebut.
Menurut Andhika, SKPI harusnya hadir untuk membantu mahasiswa dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Tentunya zaman yang sangat kompetitif dan mengharuskan diri untuk memiliki hard skill dan soft skill. Disisi lain, ia berharap mahasiswa yang mengurus SKPI tidak dalam keadaan terpaksa, karena hasil kedepannya akan kurang maksimal.
“Semoga SKPI dapat mengubah karakter mahasiswa secara perlahan. Dari yang tidak ingin berkegiatan lebih menjadi lebih aktif, begitu pun seterusnya,” katanya. Contoh sederhana, lanjutnya, mahasiswa memahami pentingnya berorganisasi misalnya.
Tersedianya Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Lembaga Semi Otonom (LSO), organisasi intra dan ekstra, organisasi otonom hingga komunitas, tak lain untuk memberi ruang pengembangan potensi diri mahasiswa. Bukanlah suatu wadah untuk mendapatkan sesuatu dengan instan. Penempaan diri mahasiswa untuk menjadi pribadi yang non-pragmatis, akan membawa fitrah mahasiswa sebagai seorang intelektual yang kritis dan peka terhadap kondisi sosialnya.
Rezka juga beranggapan demikian. Akan sangat disayangkan apabila SKPI hanya dianggap sebagai senjata ampuh menghadapi dunia pasca bangku kuliah. Padahal, dunia kerja juga membutuhkan soft skill, pengalaman organisasi dan kompetisi yang bisa dibuktikan. Walaupun tercantum dalam SKPI, tak ada yang dapat menjamin label sertifikat bisa sesuai dengan kenyataan.
Syamsul Arifin, Wakil Rektor I (WR I) UMM menegaskan bahwa kebijakan SKPI sangat penting karena dapat meningkatkan kelayakan kerja lulusan UMM. “SKPI bagian dari tatanan yang harus dilaksanakan oleh Universitas sebagai konsekuensi dari apa yang disebut KPT (Kurikulum Pendidikan Tinggi),” paparnya saat ditemui Lintas Batas di ruang kerjanya.
Dengan KPT, lanjutnya, mahasiswa akan mendapatkan tiga dokumen yakni ijazah, transkip nilai dan SKPI. Sedangkan lulusan UMM akan mendapatkan empat dokumen. Ditambah lagi dengan sertifikat kompetensi akademik (yang ada di ijazah dan transkip) dan non akademik yang berisi capaian-capaian non akademik.
Menurut Syamsul, SKPI penting bagi mahasiswa, karena SKPI berfungsi untuk memberikan jaminan kedepan, bahwa mahasiswa telah memenuhi kompetensi sesuai minat dan bakatnya. Sehingga mudah beradapatasi dalam dunia kerja.
Syamsul mengatakan bahwa keabsahan dari SKPI memang benar terbukti adanya. Kertas yang digunakan untuk mencetak adalah kertas berstandar percetakan Perum Peruri, sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bertugas mencetak uang kertas. Sehingga itu menjadi nilai jual yang tinggi. “Ditambah lagi dengan adanya dua Bahasa dalam penulisan SKPI,” jelas Syamsul.
Mengacu pada Panduan SKPI UMM BAB E perihal catatan, dijelaskan bahwa SKPI diterbitkan dalam dua Bahasa. Yakni bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Syamsul menguraikan penerbitan dalam dua bahasa ditujukan agar jangkauan keterserapan alumni tidak hanya di Indonesia. Namun juga dapat bersaing di dunia internasional.
“Seperti Program Studi (Prodi) biologi, peternakan dan manajemen yang telah tersertifikasi atau diakui ASEAN University Network on Higher Education for Quality Assurance (AUN-QA),” ungkapnya.
Meski begitu, kehadiran SKPI justru menjadi kekhawatiran bagi beberapa pihak. Karena SKPI hanya menjadi instrumen bodong untuk mengikuti seminar maupun organisasi. Jiwa totalitas yang seharusnya ada dalam organisasi akan ternodai dengan adanya oknum-oknum yang berorganisasi hanya untuk memenuhi poin SKPI-nya.
Tentu harapan dan cita-cita mulia untuk mengembangkan potensi mahasiswa dengan penerapan SKPI dapat berjalan dengan semestinya. Peran masif berbagai wadah (organisasi, red) juga diperlukan. Agar, terciptanya kesadaran yang utuh untuk mengembangkan potensi diri.
Pun demikian dengan kampus. Perguruan Tinggi hadir untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka, keselarasan kebijakan yang dikeluarkan untuk meningkatkan potensi mahasiswa mesti dipertimbangkan untuk kebaikan bersama. (ogi/ita/kin/non)
Discussion about this post