Tatkala hari yang seharusnya paling bersejarah dan harus disambut dengan suka cita, berubah menjadi duka. Sebab adanya segerombolan sahabat yang kalau ulang tahun meminta traktiran gratis.
Sepertinya sahabat yang meminta traktiran sudah merencanakannya dengan sangat ciamik, efisien dan sistematik. Siapa saja yang ulang tahun tidak bisa menghindar untuk tidak mentraktir.
Dengan berbagai sapaan hangat, senyum paling ramah, rayuan memabukkan, membuat siapa saja yang sedang ulang tahun, terasa sulit untuk mengatakan tidak. Ditambah lagi budaya orang Indonesia yang nggak enakkan alias sungkan.
Cerita bahwa saat ulang tahun dikelilingi berbagai macam hadiah hanyalah rumor semata. Yang ada malah kata-kata, “cie ulang tahun, jangan lupa traktirannya”. Kalimat humor namun sedikit horor.
Hari kelahiran seketika menjadi momen berkabung, suatu keadaan dimana kita menangis namun tak berair mata. Atas nama persahabatan, perayaan hari kelahiran dijadikan alasan untuk memeras isi dompet. Padahal isi dompet kita nggak tebal-tebal amat.
Bikin kesal bin jengkel ialah sahabat yang hanya modal mengucapkan, nggak pernah ngasih kado, malah paling ngeyel buat ditraktir.
Dengan lugas bin tegas, dia menentukan tempat dimana dirinya harus ditraktir, tanpa melihat situasi dan kondisi perekonomian orang yang lagi ulang tahun.
Orang seperti ini agak-agaknya patut dikutuk jadi batu. Eh, nggak usah batu deh. Jadi taek aja.
Sahabat yang melanggar aturan mungkin bisa dikatakan sampah, tapi sahabat yang justru membuat kita dalam kesusahan pantas dikatakan lebih rendah dari sampah. Hehehe, kalimat yang diadaptasi dari kata Obito, salah satu tokoh utama dari anime Naruto Shippuden.
Lagian, kita mengenal budaya gotong royong. Sahabat kitalah yang seharusnya punya inisatif buat urunan dalam rangka merayakan ulang tahun. Paling nggak kan kalau urunan, jauh lebih ringan dari pada membebani ke satu orang saja.
Jika hal ini dibiarkan begitu saja, maka ulang tahun menjadi momok yang menakutkan. Kalau di film ada istilah pembunuh berdarah dingin, maka ketika ulang tahun ada sahabat yang menjelma menjadi pembunuh berdarah traktiran, kerjaannya membunuh orang dengan jurus meminta traktiran gratis.
Apa jangan-jangan budaya mentraktir saat ulang tahun, berangkat dari budaya ‘selamatan’ dari orang Indonesia. Pada umumnya ketika selamatan, orang Indonesia berbagi beragam jenis makanan.
Berangkat dari budaya selamatan, mungkin orang beranggapan seharunya yang sedang ulang tahun harus mentraktir guna merepresentasikan rasa syukur diberi umur panjang.
Makanya, kalau nggak mentraktir, lingkaran pertemanan bakal men-jugde nggak bersyukur diberi umur panjang.
Merayakan ulang tahun bukan suatu hal yang salah, tapi nggak harus meneraktir juga kali. Sebab hal ini bisa jadi tidak bersahabat dengan kondisi prekonomian dibeberapa kalangan.
Menggeneralisir siapa saja yang ulang tahun harus meneraktir patut untuk tidak dipuji.
Menilik keluar negeri, seperi di Amerika, Taiwan dan Cina, mereka memakai konsep bahwa sahabatlah yang mentraktir yang sedang ulang tahun.
Ditraktir makan, dibuatin pesta, benar-benar diperlakukan layaknya seperti raja. Sedang di Indonesia boro-boro seperti raja, malah lebih mengarah seperti babu.
Sering terdengar kalau budaya mentraktir ini terjadi di kalangan mahasiswa, bahkan menjadi sebuah tren tersendiri. Namun dibalik itu, yang mesti disadari ialah beban perekonomian bertambah berat.
Menghadapi biaya kuliah dan kosan yang setiap tahun meningkat saja sudah berat. Apa nggak bertambah berat kalau budaya seperti ini, menjadi suatu keharusan.
Sah-sah saja kalau kita anak sultan. Jangankan mentraktir di saat ulang tahun, nanggung makan setiap hari juga sanggup.
Toh sudah menjadi rahasia umum sejahteranya mahasiswa hanya dari awal tanggal sampai pertengahan bulan.
Kalau sudah memasuki tanggal tua, sudah mulai melakukan rutinitas seperti puasa senin-kamis, kadang mandi hanya pakek sampo doang, beli makan hanya dengan lauk tempe. Pada intinya membudayakan irit dalam kehidupan sehari-hari.
Kalau ulang tahunnya di tanggal-tanggal tua, dan harus mentraktir, lantas dengan cara apa agar bisa mentraktir. Buat makan saja lauknya hanya tempe, terus dipaksa buat mentraktir apa nggak ngos-ngosan.
Please, para sahabat, mengertilah bahwa menjadi mahasiswa itu berat. Kalau kata Dilan yang berat itu rindu, itu disebabkan mainnya kurang jauh, hanya sebatas di kantin sekolahnya, belum tau rasanya menjadi mahasiswa.
Seharusnya disaat menjadi mahasiswa, ulang tahun dijadikan momentum buat melupakan sejenak masalah dan beban hidup dengan cara sahabatlah yang mentraktir makan, minimal itu.
Discussion about this post