Oleh: Hamdi Rosyidi*
Pilihan presiden yang kurang lebih tinggal satu bulan membuat dinamika politik kian memanas setiap harinya. Para paslon dan masing-masing timses kian rajin memberikan pernyataan yang saling menyerang, menyindir, bahkan sesekali cenderung menyudutkan. Selanjutnya serangan-serangan tersebut akan dibalas berupa serangan balik maupun klarifikasi-klarifikasi. Semuanya dalam rangka mendapatkan kepercayaan publik menyongsong perebutan suara 17 April 2019. Segala hal dapat menjadi isu strategis untuk saling mencuri hati masyarakat. Mulai dari hal-hal yang sifatnya penting untuk diketahui publik –seperti visi, misi dan program unggulan- hingga hal-hal yang sifatnya privasi dan sulit untuk dicari kebenarannya.
Hampir limat tahun kepemimpinan pemerintahan Jokowi-JK cukup banyak memberikan pertimbangan bagi masyarakat untuk menilai keberhasilan maupun kekurangan berdasarkan sudut pandang masing-masing. Ada beberapa kriteria penilaian yang kerapkali memenuhi pemberitaan maupun hiruk pikuk perdebatan dalam media sosial. Diantaranya yaitu dari segi karakter personal capres-cawapres, latar belakang perjalanan karir, latar belakang agama dan etnis, merefleksi dan mengkritisi perjalanan pemerintahan Jokowi sebagai petahana, serta menawarkan berbagai program-program baru. Dari sekian penilaian yang acapkali ramai diperbincangkan, saya hendak mengkaji dua poin terakhir yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan nelayan beberapa tahun terakhir ini dan harapan-harapannya yang diperebutkan dalam pilpres tahun ini.
Kepopuleran Menteri Susi dan Kebijakannya
Keterpilihan Presiden Jokowi pada tahun 2014 membuat karir politik Susi Pudjiastuti langsung menanjak. Sosoknya yang ‘nyentrik’ dan cukup ‘garang’ membuat beliau menjadi salah satu menteri yang paling disorot didalam era kepresidenan Joko Widodo. Beberapa pernyataan dan kebijakannya cukup memberikan hiruk-pikuk pro dan kontra didalam masyarakat, baik masyarakat yang secara langsung terlibat dalam dunia perikanan maupun yang tidak sama sekali. Kebijakan beliau yang mengundang perhatian publik diantaranya .yaitu penangkapan, pengeboman dan penenggelaman kapal asing.
Pemberitaan dalam media konvensional maupun media sosial sangat ramai memperbincangkan sikap salah satu menteri perempuan dalam kabinet kerja ini. Kebijakan penenggelaman kapal asing tersebut bahkan membuat nama Susi Pudjiastuti menjadi trending topik dengan bertebarannya meme disertai tulisan ‘tenggelamkan!’ baik dalam pengertian yang serius maupun candaan. Kepopuleran Menteri Susi membuat aktivitasnya banyak diikuti oleh berbagai media, –bahkan ada yang secara live menayangkan peledakan kapal oleh ibu menteri- hal tersebut membuat sektor perikanan dan kelautan ikut banyak disorot oleh khalayak ramai. Namun, sekalipun banyak masyarakat umum memberikan dukungan dan apresiasi atas keberanian Bu Susi menghadapi kapal-kapal nelayan asing, adapula yang memberikan kritik atas kebijakan dan sikap tegas beliau.
Sikap Susi yang tak kenal kompromi dengan nelayan asing, membuat hubungan Indonesia dengan negara tertentu cukup terganggu. Bahkan di internal kabinet terjadi perdebatan, Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menko Kemaritiman Luhut Pandjaitan sempat meminta Susi agar menghentikan aktivitas pengeboman dan penenggelaman kapal karena dianggap dapat mengganggu hubungan diplomasi ke berbagai pihak yang terdampak (red. tribunnews 10/1/2018 “Senada dengan Luhut, Jusuf Kalla Juga Tak Setuju Kapal Pencuri Ikan Dibakar dan Ditenggelamkan). Tak sedikit pula yang berpandangan bahwa sikap Susi terhadap kapal asing terlalu berlebihan dan dianggap mubadzir karena semestinya kapal asing dapat dimanfaatkan oleh nelayan lokal melalui proses lelang. Namun Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebut bahwa kebijakannya menguntungkan nelayan-nelayan lokal di berbagai daerah dengan meningkatnya stok ikan yang otomatis menambah hasil tangkapan nelayan dari tahun ke tahun (red. tempo.co 11/1/2018 “Penenggelaman Kapal, KKP: Stok Ikan Meningkat, Produksi bertambah).
Pro Kontra Cantrang
Pada tahun 2015, Menteri Susi Pudjiastuti mengeluarkan Peraturan Menteri (PERMEN) nomor 2/PERMEN-KP/2015 yang didalamnya berisikan pelarangan beberapa alat tangkap yang dianggap telah mengancam keberadaan ekosistem laut. Salah satu model alat tangkap yang dilarang yaitu cantrang. Cantrang dianggap hanya menguntungkan saudagar kapal besar dan merusak populasi ikan, sumber penghidupan nelayan kecil. Alat tangkap ini cukup banyak digunakan oleh nelayan-nelayan di sepanjang Pantai Utara Pulau Jawa. Aktivitas penangkapan ikan menggunakan alat tangkap cantrang sangat populer dilakukan di berbagai daerah seperti di Lamongan, Tuban, Probolinggo, Pasuruan, Batang, Tegal, Pati, Rembang, Brebes, Banten dan wilayah pesisir pantura lainnya. Karenanya kebijakan ini cukup memukul kehidupan ribuan nelayan yang terlanjur menggantungkan hidupnya dengan melakukan penangkapan ikan menggunakan cantrang. Tidak hanya nelayan, bahkan rentetan alur pemasaran yang telah terbangun pun ikut terdampak seperti para pekerja sortir, kuli pengangkut ikan, pedagang, distributor, hingga pabrik-pabrik pengolahan ikan yang telah mampu memenuhi permintaan ekspor ke berbagai negara. Kebijakan Menteri Susi mendapat apresiasi sekaligus hambatan-hambatan dalam upaya penerapan kebijakannya.
Sikap Susi yang dianggap berlawanan dengan nelayan cantrang membuat lahirnya aksi massa menuntut dicabutnya peraturan pelarangan alat tangkap cantrang di berbagai daerah terdampak. Puncaknya yaitu pada tanggal 17 Januari 2018, terjadi aksi massa secara besar-besaran di Jakarta hingga membuat Presiden Joko Widodo ikut turun tangan mendamaikan massa (red. CNN Indonesia 17/1/2018 “Ribuan Nelayan Demo Istana Minta Legalisasi Cantrang). Hingga akhirnya Presiden melakukan pertemuan dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, beberapa kepala daerah dan beberapa perwakilan nelayan yang melakukan aksi. Pertemuan tersebut menghasilkan keputusan bahwa nelayan cantrang boleh kembali melaut hingga waktu yang belum ditentukan, namun Menteri Susi melarang adanya penambahan kapal cantrang yang baru (red. Tribunnews 17/1/2018 “Menteri Susi Akhirnya Izinkan Nelayan Tangkap Ikan Pakai Cantrang”).
Pernyataan tersebut membuat nelayan cantrang cukup lega dalam melaut hingga saat ini. Namun nelayan cantrang dapat dikatakan tidak begitu puas karena pada hakekatnya upaya pelarangan cantrang sewaktu-waktu dapat kembali terjadi. Perizinan melaut bagi kapal-kapal yang menggunakan alat tangkap cantrang tidak dapat diperpanjang hingga saat ini, sehingga banyak surat-surat kapal nelayan yang mengalami kadaluwarsa izin penangkapan ikan. Akibatnya nelayan cantrang merasa gelisah karena tidak mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan. Selain itu, penangkapan yang hanya dibatasi pada Wilayah Pengelolaan Perikanan 712 (Laut Jawa), membuat nelayan cantrang tidak fleksibel dalam melakukan aktivitas pelayaran.
Implikasi terhadap Pilpres 2019
Perebutan suara bagi petahana maupun oposisi berlangsung sengit. Apalagi di tahun 2014 lalu kemenangan Presiden Joko Widodo tidak begitu terpaut jauh dengan suara lawannya Prabowo Subianto. Tentu dalam hal ini suara nelayan juga sangat penting bagi keberlanjutan periodisasi pemerintahan Jokowi maupun pergantian kepemimpinan oleh Prabowo. Apalagi nelayan cantrang memiliki jumlah massa yang tidak sedikit. Mengingat rata-rata nelayan terdampak bermukim di pesisir Jawa yang cenderung memiliki jumlah penduduk yang lebih besar ketimbang daerah pesisir luar jawa. Apalagi, nelayan-nelayan cantrang tersebut berada di Provinsi yang belakangan menjadi perebutan suara bagi kedua kubu karena dianggap sebagai penentu kemenangan, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Melihat hubungan Menteri Susi Pudjiastuti dengan nelayan cantrang yang tidak akur, tentu memberikan peluang yang cukup lebar bagi lawan politik petahana agar nelayan cantrang menaruh harapannya terhadap oposisi.
Namun kepopuleran Susi dalam memberangus kapal asing dan menjaga kelestarian laut yang selama ini menjadi kebanggaan Kementerian Kelautan dan Perikanan, tentu juga memberikan sumbangsih kekuatan suara terhadap petahana. Klaim Menteri Susi dan KKP yang menganggap kebijakan yang dikeluarkannya selama ini demi nelayan-nelayan kecil dan kelestarian laut, tentu dapat dilihat hasilnya dalam agenda pemilu lima tahunan ini. Kepercayaan publik yang tinggi bagi kabinet kerja tentu akan mengantarkan petahana menduduki posisinya kembali, namun bila kekecewaan publik yang lahir maka peralihan kekuasaan dapat terjadi.
Perebutan Suara Nelayan
Ada berbagai upaya yang dapat dijadikan strategi pada masing-masing timses untuk mendapatkan suara nelayan. Tentunya dengan mengakomodir apa yang menjadi problem didalam masyarakat nelayan selama ini. Setidaknya ada 5 (lima) isu yang saya anggap penting bagi hajat hidup masyarakat nelayan.
Pertama, pengangkatan nelayan sebagai profesi yang bermartabat. Masih banyak anggapan bahwa kehidupan nelayan akrab dengan kekumuhan. Karenanya peningkatan kualitas lingkungan hidup pemukiman pesisir penting untuk dijalankan. Dimulai dari menghilangkan kesan kotor dengan tidak melakukan pembuangan sampah ke laut, tentunya melalui sistem pengolahan limbah rumah tangga yang dikelola pemerintah daerah setempat namun masuk dalam program nasional. Selain itu, jaminan perlindungan kesehatan nelayan dan keselamatan nelayan perlu dicermati sebagai bentuk pemartabatan masyarakat nelayan. Ketersediaan informasi kondisi cuaca yang mudah diakses, cepat dan akurat serta penggunaan peralatan yang memberikan rasa aman selama melaut penting menjadi perhatian pemerintah demi menjamin keselamatan nelayan.
Kedua, jaminan pendidikan bagi anak nelayan. Menjadi kegelisahan tersendiri bahwa kebanyakan nelayan memiliki pendidikan yang rendah. Di banyak daerah menganggap bahwa melaut merupakan alternatif pekerjaan bagi anak yang tidak cukup mampu menyelesaikan sekolahnya. Karenanya pemerintah perlu memberikan jaminan pendidikan bagi anak nelayan dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya di hari depan. Pendidikan yang dimaksud bukan yang menjauhkan anak tersebut dari lingkungan kehidupan nelayan, namun pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang mampu memberikan kesadaran atas kondisi lingkungannya dan hadirnya keinginan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat pesisir.
Ketiga, sistem perlindungan hasil tangkapan. Potensi perikanan yang melimpah, cenderung membuat kita lalai bahwa kelimpahan ikan merupakan hal yang patut untuk disyukuri. Karenanya, perlu ada perlindungan pada setiap ikan hasil melaut para nelayan dari segi kualitas. Seringkali harga ikan merosot karena sistem penjagaan kualitas ikan yang belum memadai. Selain itu, transparansi harga jual melalui sistem lelang belum benar-benar berjalan di tempat pelelangan ikan. Sistem lelang hendaknya dapat dijalankan karena hal tersebut dapat memberikan keuntungan bagi pihak penjual (nelayan) maupun bagi para pembeli. Harga jual yang layak merupakan bentuk penghargaan atas jerih payah nelayan
Keempat. optimalisasi peran kelompok nelayan. Keberadaan kelompok nelayan merupakan wadah yang strategis dalam rangka menyalurkan aspirasi nelayan kepada pemerintah maupun penyampaian program pemerintah terhadap nelayan. Sudah seharusnya pemerintah menyampaikan programnya secara dialogis agar dapat diterima dan didukung oleh nelayan.
Kelima, pemulihan ekosistem laut. Luasnya laut yang dimiliki Indonesia hendaknya dapat kita jaga kelestariannya. Kesadaran atas pentingnya pelestarian laut sangat penting untuk dijunjung tinggi oleh seluruh masyarakat yang tinggal di pesisir. Upaya ini tidak hanya dengan cara yang instruktif dengan regulasi-regulasi yang cenderung menakut-nakuti, namun dengan cara yang edukatif dengan memberikan pemahaman-pemahaman. Pendekatan tersebut dapat dilakukan melalui tokoh-tokoh masyarakat setempat, kurikulum pendidikan sekolah bagi anak-anak nelayan, serta penyisipan nilai tersebut kedalam kegiatan-kegiatan keagamaan maupun kegiatan kebudayaan masyarakat setempat.
Setidaknya kelima hal diatas perlu menjadi pertimbangan bagi masing-masing timses maupun calon presiden dan calon wakil presiden dalam rangka memberikan jaminan kehidupan yang layak bagi seluruh keluarga nelayan kedepan. Dalam hal ini, pendulangan suara nelayan dapat diimbangi dengan langkah strategis untuk menyelesaikan problem-problem yang masih melingkupi kehidupan nelayan. Semoga adu visi maupun adu program bisa lebih menjadi pertimbangan bagi setiap pemilih dalam pilpres tahun ini. Karena pada hakekatnya, pemilu merupakan sikap seluruh rakyat yang berdaulat penuh atas pilihannya melalui berbagai macam pertimbangan.
*)Hamdi Rosyidi, S.Pi merupakan mahasiswa Prodi Magister Agribisnis Perikanan Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang. Hamdi juga kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
Discussion about this post