Oleh: Muhammad Irfan Hakim*
Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, atau bahkan di dunia. Berdiri sejak tanggal 18 November 1912 hingga hari ini, Muhammadiyah mampu melewati perjalanan panjang dan terjal.
Berbagai rintangan zaman harus dilewati demi eksistensinya hingga hari ini. Mulai dari menghadapi era kolonialisme, orde lama, orde baru, reformasi, dan “orde yang paling baru”. Hiruk pikuk, suka dan duka selalu menyelimuti jalan perjuangan yang panjang tersebut.
Berdiri dengan motivasi mulia, yaitu menegakkan dan menjunjung tinggi ajaran agama Islam, dengan berusaha memerangi penyakit umat yang bernama TBC (tahayyul, bid’ah, churrofat), untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Juga terus berupaya mengentaskan persoalan umat dan bangsa, seperti permasalahan kesehatan, kebodohan, serta kemiskinan yang merajalela di bawah cengkraman kolonialisme, dan lain sebagainya.
Kritisisme Dahlan kecil atau Muhammad Darwis dalam melihat realitas di sekitar lingkungannya memotivasi dirinya untuk mendirikan Muhammadiyah.
Muhammadiyah lebih dari gerakan keagamaan pada umumnya. Ia juga terjun dalam ranah sosial, ekonomi, kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya.
Mengusung tema Islam Berkemajuan yang berpemikiran progresif, tidak masuk dalam kubangan stagnasi gerakan karena kejumudan, dan selalu berusaha membuka mata dan pikiran untuk mengikuti perkembangan zaman.
Tak mengherankan jika Muhammadiyah memiliki banyak amal usaha di berbagai bidang kehidupan, mulai dari keagamaan, kesehatan, sosial, ekonomi, hingga pendidikan.
Dalam bidang pendidikan, Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), cukuplah banyak. Tercatat Muhammadiyah memiliki TK, Paud, KB berjumlah 22.000, SD/ MI: 2.766, SMP/ MTS: 1.826, SMA/ SMK: 1.407, serta PTMA (Perguruan Tinggi Muhammadiyah & Aisyiah): 164 unit.
Melihat begitu banyaknya amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan, tentu kontribusinya kepada bangsa Indonesia sangatlah besar. Terlebih sistem pendidikan yang diterapkan adalah kombinasi dari pendidikan agama dan modern.
Di samping bidang pendidikan, Muhammadiyah juga memiliki amal usaha lainnya, seperti memiliki rumah sakit/ klinik sebanyak 364, masjid/ mushola: 20.198, panti asuhan: 384, pondok pesantren: 356, dan berbagai amal usaha lainnya.
Sikap Tulus KH Ahmad Dahlan
Capaian itu tidak terlepas dari pelajaran KH. Ahmad Dahlan ketika mendirikan sekolah pertama kali. Kekuatan ketulusan hati dan keikhlasan yang beliau ajarkan kepada penerus-penerusnya harusnya menjadi pedoman. Kisah beliau saat mendirikan sekolah pertama kali cukuplah berat.
Keadaan ekonomi beliau yang pas-pasan, bahkan kurang, namun tetap nekad untuk mendirikan sekolah. Dengan berusaha memberikan fasilitas untuk siswa semaksimal mungkin dan membayar para pengajar, tentulah tidak cukup.
Hingga dikisahkan beliau pernah melelang perabotan rumahnya, yang dari hasil lelangnya itu akan digunakan untuk keperluan biaya operasional sekolah tersebut. Sungguh mengharukan bagiamana kisah perjuangan beliau tersebut.
Sikap tulus dan ikhlas inilah yang menjadi kekuatan utama Muhammadiyah dalam melebarkan sayap gerakannya dan mampu bertahan serta tetap eksis hingga kini. Sudah menjadi keharusan bagi gerakan-gerakan yang dilakukan Muhammadiyah berdasarkan dari nilai ketulusan dan keikhlasan dalam proses pemberdayaan umat dan bangsa.
Muhammadiyah memiliki sejarah perjuangan yang panjang, berkolaborasi dengan negara dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Namun apakah nilai ketulusan dan keikhlasan masih tetap dipegang teguh oleh Muhammadiyah sampai sekarang?. Menjadi suatu hal menyedihkan. akhir-akhir ini terdapat anggapan yang mengatakan bahwa Muhammadiyah adalah elitis, mementingkan golongan elit dan terkesan mendiskreditkan golongan mustad’afin (terlemahkan).
Yang mana golongan mustad’afin inilah adalah golongan pertama yang menjadi pusat perhatian dan menjadi salah satu faktor pemicu berdirinya Muhammadiyah. Artinya golongan yang terlemahkan ini menjadi prioritas Muhammadiyah untuk diberdayakan.
Sekarang ada anggapan bahwa amal usaha Muhammadiyah teruntuk golongan elit, yang mempunyai uang lebih guna memperoleh fasilitas dari amal usaha Muhammadiyah tersebut. Salah satu contoh yang sering menjadi perbincangan adalah fasilitas pendidikan.
Amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan sering dianggap hanya untuk “orang-orang punya” karena biaya di sekolah atau kampus relatif tinggi, dan itu menghalangi si mustad’afin mendapatkan fasilitas itu.
Padahal sejak dari awal berdiri, Muhammadiyah selalu menekankan perhatian pada nasib kaum mustad’afin tersebut. Jika kaum mustad’afin tidak lagi menjadi prioritas utama, maka hemat penulis Muhammadiyah telah berpaling jauh dari apa yang diharapkan KH. Ahmad Dahlan dan para pendahulu.
Patut kiranya kita semua mengingat dan merenungkan kembali sebuah petuah dari KH. Ahmad Dahlan yaitu: “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah”.
Pengelola dan semua elemen yang berada di dalam amal usaha Muhammadiyah patutnya tetap berpegang teguh terhadap nilai keikhlasan, berjuang demi kemaslahatan umat dan bangsa, serta memerhatikan secara penuh nasib kaum mustad’afin dengan terus berupaya memberdayakannya dengan setulus hati, atau bahkan siap berkorban.
Apalagi di masa pandemi, ekonomi semakin terpuruk, pengangguran dan kemiskinan merajalela. Inilah momen yang tepat bagi Muhammadiyah untuk membuktikan bahwa organisasi ini tetap memperhatikan kaum-kaum lemah.
Dalam hal pendidikan misalnya, Muhammadiyah seyogyanya bisa meringankan biaya pendidikan supaya tidak memberatkan siswa atau mahasiswa yang berpendidikan di lembaga pendidikan Muhammadiyah. Jangan sampai karena permasalahan pandemi yang menghantam perekonomian keluarga menjadikan mereka putus sekolah.
Bagaimanapun, pendidikan merupakan faktor fundamental untuk kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu, sektor pendidikan harus diperhatikan secara cermat, mendapat sorotan khusus dari Muhammadiyah dan lembaga pendidikannya, supaya proses pendidikan terus berjalan lancar meskipun di kondisi pandemi, dan agar para pelajar masih bisa mengenyam pendidikan dengan layak, tidak memberatkan, apalagi kalau sampai putus sekolah.
Mari kita refleksikan bagaimana perjuangan KH. Ahmad Dahlan untuk merekrut anak-anak fakir miskin untuk bersekolah dengan membiayainya, meskipun dengan kondisi ekonomi beliau yang terpuruk. Hal tersebut dilakukan karena kesadaran tentang pentingnya pendidikan.
*Penulis adalah Mahasiswa Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang
Instagram: @irpaan19
Discussion about this post