Oleh: Befi Sucining Sari*
Pemekaran daerah merupakan suatu keinginan dari setiap daerah yang merasa punya potensi untuk dikembangkan sendiri. Selain itu, pemekaran daerah juga disebabkan adanya perasaan dianak tirikan oleh pemerintah provinsi maupun pusat.
Saat ini dunia sedang dihadapkan dengan bencana pandemi Covid-19, tak terkecuali Indonesia. Situasi pandemi mengubah segala aspek kehidupan baik dari sisi ekonomi maupun sosial. Hal ini membuat pemerintah harus berpikir secara ekstra agar efek tersebut tidak berdampak begitu besar terhadap kehidupan masyarakat.
Dalam kurun waktu 2007-2014, terdapat 75 daerah yang dimekarkan oleh pemerintah pusat. Terdiri dari 1 provinsi, 67 kabupaten dan tujuh kota. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Benni Irwan menyatakan menerima 300 usualan pemekaran daerah periode tahun 2020.
Pemekaran daerah mendapatkan tanggapan dari berbagai pihak, termasuk dari Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Dia menyampaikan pemerintah akan menunda sementara (moratorium) terhadap usulan pemekaran daerah baru.
Dampak positif dari pemekaran daerah ialah meningkatnya investasi yang bisa menaikan perekonomian daerah. Contoh nyata dari adanya dampak pemekaran daerah, yaitu Kabupaten Badung, Bali. Dimana daerah tersebut mampu mendanai sekitar 80% belanja daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Oleh karena itu Kabupaten Badung bisa menjadi contoh bagi daerah lain dan menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah pusat untuk tidak menunda pemekaran daerah. Bisa jadi pemekaran daerah ditengah pandemi Covid-19 mampu menstabilkan perekonomian daerah maupun pusat. Hal tersebut tergantung bagaimana pemerintah daerah mengelola potensi daerahnya masing-masing.
Dampak negatif dari pemekaran daerah di tengah pandemi Covid-19 ialah terbatasnya akses mengenai pengurusan yang bersifat administrasi, terutama di daerah yang belum memiliki akses internet yang baik. Secara otomatis mereka harus berangkat langsung ke pusat untuk mengurus administrasi.
Serta dengan adanya pemekaran daerah, otonomi daerah juga akan ada perubahan regional sehingga susunan daerah menjadi berubah. Selain itu biaya yang dibutuhkan untuk melakukan pemekaran daerah sangat besar mulai dari pembangun kantor pemerintah, infrastruktur, sampai pada pembangunan fasilitas baru.
Hal tersebut sangat sulit dilakukan di tengah perekonomian negara yang tidak stabil ditengah pandemi Covid-19. Dampak negatif lain ialah pemerintah akan sulit membagi tugas, di sisi lain harus fokus pada penanganan Covid-19 di sisi lain harus membangun fasilitas baru.
Dari kedua dampak tersebut, bisa disimpulkan bahwa untuk memutuskan pemekaran daerah saat ini harus benar-benar dipikirkan. Karena dorongan dari orang-orang yang ingin mengelola potensi daerahnya sendiri sangat kuat dan di sisi lain pemerintah juga harus mengukur anggaran yang dimiliki negara saat ini.
Serta masih ada masyarakat yang menjadi korban dari kebijakan daerah otonomi baru. Mengacu pada UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemekaran Suatu Daerah, yang menjelaskan bahwa harus adanya tahapan persiapan sebelum diajukan ke pemerintah pusat. Dan juga harus mempunyai syarat adminstrasi dan syarat wilayah yang layak untuk dijadikan sebagai wilayah baru.
Hal tersebut dapat dikatakan bahwa setiap daerah harus mempunyai kapasitas yang dianggap mampu untuk memperlihatkan daerah tersebut dianggap layak untuk di mekarkan atau tidak sehingga membawa dampak baik bagi masyarakat.
Perdebatan mengenai pemekaran daerah di kalangan elit saat ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah pusat, dimana pemerintah pusat harus memilih antara memenuhi hasrat kaum elit politik atau menyelamatkan perekonomian bangsa yang sedang sulit.
Karena semua golongan masyarakat yang ada, termasuk dalam halnya pemerintahan yang mengurus kebutuhan masyarakat yang saat ini terfokuskan dalam penanganan covid-19 yang belum juga berhenti dalam beberapa bulan terakhir.
Namun di sisi lain dengan adanya pemekaran daerah tersebut dianggap mampu memberikan semangat baru bagi daerah yang baru mekar untuk mengelola potensi daerahnya sendiri.
Terlepas dari pro dan kontra mengenai layak atau tidanya pemekaran daerah ditengah pandemi Covid-19 penulis berharap agar pemerintah mendahukan skala prioritas dibanding memenuhi hasrat elit politik lokal semata.
*Penulis adalah Mahasiswi Prodi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang
Instagram: @_befiii
Discussion about this post